Jumat, 29 Januari 2010

Titik Hujan

Hujan telah turun sejak mata belum terbuka, lebatnya hujan membuat suara gaduh diluar jendela. Dingin pagi menusuk tulang, mata masih enggan terbuka dan tubuh ini masih menikmati hangatnya selimuti dan guling.

Ah….hujan ini akan sedikit menghambat aktifitas di hari ini.

Tak terdengar suara mesin cuci yang biasa setiap pagi bergetar.
“Tak ada tempat jemuran lagi, apalagi yang kemarin belum kering”, kata ibu – ibu.

Tukang sayur berteduh, tapi ada juga yang nekat menerjang badai dengan pakaian yang sedikit aneh. Kasihan sayur – sayurnya pada rusak.

Hujan membuat jalan pasar itu becek, membuat orang malas kepasar, kecuali para pedagang dan kuli panggul yang selalu berharap hujan tak lama – lama dan bisa cepat berhenti.

Hujan membuat jalan di seberang kantor tergenang. Bapak – bapak dan Ibu – ibu pada telat semua kekantor. Mungkin masih asik dengan mimpi masing – masing.

Ah.....hujan membuat anak – anak telat ke sekolah. Hujan membuat mereka harus memakai mantel dan membawa payung, tapi sayang baju mereka tetap basah. Hujan menghambat mereka untuk bermain di lapangan, karena dari rumah ibu mereka sudah berpesan “jangan main – main hujan ya.....nanti sakit”, padahal batin mereka ingin berlari di tengah hujan lebat, kalau pun nekat guru mereka pasti akan berteriak juga, ”jangan main – main hujan, bikin becek….!!!”.

Tapi hujan……
Dapat menumbuhkan satu biji kecil menjadi pohon yang besar dan rindang.
Hujan dapat menghijaukan hamparan sawah yang irigasinya kering. Hujan bisa membuat ilalang tumbuh lagi dengan subur dan berbunga putih bagaikan salju.
Tapi hujan dapat mengairkan sungai kecil di belakang rumah yang sudah lama kering, tempat dimana aku kecil suka bermain.

Tapi hujan......belum mau berhenti dan membawa ku dalam mimpi dan kenangan.

Palangka, 27 Januari 2010.

Sabtu, 23 Januari 2010

Oleh-Oleh dari Sampit

Lima jam perjalanan Palangka Raya – Sampit, sangat melelahkan. Hujan deras yang mengguyur sejak awal perjalanan terasa semakin lama, membuat jalan menjadi licin dan sulit. Untuk pertama kalinya aku ke Sampit, Kotawaringin Timur. Dari Palangka Raya – Kasongan, Katingan, sekitar 2 jam lebih, karena itu aku tak bisa memejamkan mata, hal yang baru untuk melihat pemandangan sepanjang perjalanan. Pemandangannya tak berbeda jauh dengan jalan – jalan di derah Kalimantan lainya yang pernah aku kunjungi, hanya ada ilalang dan pepohonan perdu yang terlihat.

Jalan menuju Kasongan ’lumayan”, kalaupun ada lubang disana sini masih bisa memperlancar perjalanan. Dari semua itu yang paling mentyedihkan malah kota Kasongan sendiri. Sebagai ibu kota kabupaten Katingan, kota Kasongan sangat tak teratur, aku hisa bilang lebih bagus kota Kecamatan di daerah asalku di Jawa. Jalan dikota Kasongan sendiri banyak berlubang yang menjadi danau saat hujan. Entalah mungkin karena aku hanya lewat saja tak melihat langsunh tengah kotanya.

Kasongan – Sampit ditempuh sekitar 3 jam, karena jalan licin dan hijan deras. Ada pengalaman yang menarik, saat melalui daerah Kereng Pangi, jalannya sempit dan berluang, lebar jalan kurang lebih sama dengan jalanan di desa asalku, malah lebih baik mungkin. Waktu melewati jalanan yang sempit, mobil yang kami tumpangi di belakang truk trailer yang membawa alat berat. Karena jalan yang sempit dan truk yang lebar sangat memakan badan jalan, mobil tak bisa memdahului,bahkan untuk bersisihan dengan mobil lain, mobil lain harus keluar badan jalan. Lain lagi ceritanya saat bersisihan dengan truk muatan, salah satu harus berhenti, karena ujan yang mengguyur membuat tanah dipinggir badan jalan menjadi becek dan rawan amblas.

Mamasuki Kabupaten Kotim (Kotawaringin Timur), jalanan sudah banyak mulus dan lebih lebar, jauh dibandingkan dengan jalan yang kami lalui sebelumnya (Kabupaten Katingan). Ini sangat menggambarkan adanya kesenjangan pembangunan daerah, mungkin faktornya karena besaran PAD yang diterima daerah. Kotim sebagai salah satu daerah di Kalimantan Tengah yang perekonomianya maju, karena banyak perkebunan didaerah Kotim dan ada akses untuk langsung ke pulau Jawa baik melalui kapal maupun pesawat.

Sebelum memasuki kota Sampit melewati suatu tempat keramaian, namanya daerah Cempaga, ternyata ada relly yang sedang diadakan disitu untuk memperingati HUT Kalteng yang ke-52 tahun. Satu tempat yang aku melewati dan yang pengen sekali aku lihat yaitu gunung batu, menurut cerita disitu salah satu mantan gubernur Kalteng sering bersemedi, tapi sayang karena hujan deras dan kabut aku tak bisa melihatnya.

Mamasuki kota Sampit yang merupakan ibu kota Kotim, membuat aku sedikit terkejut dan heran, pasalnya koata Sampit menurutku jauh lebih ramai dari Palangka Raya yang merupakan ibu kota Propinsi. Kotanya pun lebih bagus dan rapi. Satu hal yang membuatku heran, saat melewati gedung bertingkat yang kelihatan asri, didepan gedung tertulis Bank Indonesia. Baru saat itu aku melihat di kota kabupaten terdapat perwakilan BI, gedungnya pu menurutku lebih bagus dibandingkan gedung BI di Jalan Diponegoro Palangka Raya. Setelah aku tanya-tanya, ternyata dulu perwakilan BI ada di Sampit, Kotim. Bahkan katanya sebelum ada Bank BCA di Palangka Raya, di kota Sampit sudah ada terlebih dahulu. Satu lagi yang secara kasar bisa aku bandingkan antara kota Sampit – Palangka Raya, yaitu keberadaan hotel. Baru memasuki kota sampit (pinggiran kota Sampit) sudah terdapat hotel yang lumayan bagus, kalau tak salah namanya Hotel Wella (menurutku sekelas hotel Senyiur di Samarinda). Satu lagi hotel yang representatif yaitu Hotel Idola. Aku bisa bilang begitu karena hotel itu tujuan kami (sebelum kami ke Sampit, beberapa hari sebelumnya ada band papan atas Indonesia yang juga menginap disitu). Hotel Idola denga lima lantai tidak beda jauh dengan hotel Grand Victoria di Samarinda, walau aku tak tahu masuk hotel berbintang atau tidak.

Palangka Raya sebagai ibu kota propinsi Kalimantan Tengah, saat ini memang ada hotel bintang 4, tetapi baru dibuka beberapa hari sesudah kami dari kota Sampit. Sebelumnya ada Hotel Dandang Tingang dan Hotel Batu Suli yang paling bagus , itupun sekelas hotel melati. Dulu sewaktu Bapak Sofjan Wanandi, pemilik group Gemala dan Ketua Umum APINDO pusat, datang ke kota Plangka Raya dan menginap di Hotel Dandang Tingang, bilang kemapa hotelnya seperti ”asrama Mahasiswa”, karena itu Bapak Sofjan membangun hotel di Palangaka Raya (saat ini dalam proses pembangunan).

Melihat langsung kota sampit dan membandingkan dengan koa Palangka Raya, jelas terlihat geliat perekonomian yang lebih maju di Sampit. Banyaknya perusahaan perkebunan besar (Kelapa Sawit) sangat mempengaruhi percepatan pembangunan di Kotim. Kondisi keamana yang sekarang lebih kondusif di Kotim menjadi motor penggerak investasi di kota tersebut. Kerusuhan masal yang berbau SARA beberapa tahun silam, pernah membuat sagnasi perekonomian kabupaten Kotim. Setelah semuanya kondusif manjadikan Kotim sebagai salah satu daerah yang maju di Kalimantan Tengah.

Kalimantan Tengah merupan propinsi yang memiliki petensi SDA yang besar, dari mulai bahan galian (batu bara), kehutanan dan perkabunan, seharunya bisa membuat daerah ini maju dan makmur, tapi kenyataannya tak begitu. Sebagai salah satu penghasil batu bara dan pemasok batu bara ke Jawa harusnya tak ada krisis listrik di Kalteng ataupun di pulau Kalimantan pada umumnya. Tapi kenyataanya masalah listrik masih sangat memperhatinkan, dan menghambat laju perekomonian di Kalimantan Tengah.

Kalimantan Tengah sendiripun untuk listrik masih menginduk ke Banjarmasin sebagai propinsi tetangga. Sudah seharusnya Kalteng memiliki pembangkit sendiri untuk mengiatkan perekonomian Kalteng, khususnya sektor industri manufaktur. Saat ini rencana pendirian pembangkit di kabupaten Pulang Pisau pun juga tak jelas nasibnya.

Kapan Kalteng bisa maju, seperti propinsi di pulau Jawa?? Obrolan itu muncul saat kami ada dalam mobil. Salah satu temen di mobil bilang, 50 tahun mendatang, padahal sekarang usia propinsi Kalteng sudah 54 tahun. Jika harus menunggu 50 tahun, mungkin aku sudah tak bisa melihatnya.

Suatu hari aku pernah chating dengan salah satu temen lamaku yang sekarang kerja di PLN di Jakarta , aku menanyakan pada dia, kenapa di Palangka Raya sering mati lampu??? (dengan nada bercanda dan maksudku bisa sharing dengan dia), dia menjawab ”tunggu aja nanti juga hidup” jawabnya sekenanya, yang membuat aku sangat kecewa. Padahal Kalteng penghasil batu bara dan pemasok batu bara ke Jawa, yang lebih penting lagi menurutku dari 3 daerah yang pernah aku singgahi di Pulau Klaimantan, Kalteng paling ”tertinggal”, dalam hal pembangunannya.

Untuk memajukan daerah bukan hal yang mudah memang, perlu waktu, SDM, jaminan investrai untuk para penanam modal. Itu perlu tangung jawab dan kerjasama berbagai pihat, masyarakat&pemerintah, tanpa harus ada yang saling ”mengembosi”

(Perjalanan ke Sampit, 29 Mei 2009)

Senin, 18 Januari 2010

MAFIA

Pak bos ada???
Tanya orang yang tadi pagi datang kekantor. Sudah 2 kali dia datang ke kantor dengan misi yang sama, menanyakan bos. Dan sudah kesekian kalinya aku menjawab dengan jawaban yang sama dan berulang-ulang,
Tidak pak!!!!
Memang keadaanya begitu.
*****

Sejak aku disini, aku belajar untuk hati-hati pada semua orang terutama yang baru ku kenal. Walaupun seharusnya sebagai staf aku harus bisa mempromosikan kepada semua orang untuk bisa bergabung disini.


Sebelumnya jika ada orang yang bertanya tentang bos, aku biasa cerita ceplas - ceplos, mungkin karena bawaan. Sampai suatu ketika ada orang yang katanya mau bisnis tanaman obat dan katanya kenal dengan bos karena satu daerah asal, waktu itu aku sempat kasih nomor bos juga, eee..... temenku bilang
Mba, jangan asal kasih nomor bos kesembarang orang yang belum dikenal, biasanya orang-orang gitu, W***, atau L*** yang minta-minta duit......

Mulai saat itu aku baru tahu, dunia mafia perbisnisan.....
Aku sering dengar calo tiket, Marsus (Makelar Kasus), ternya didunia bisnis juga ada, yang bentuknya serupa tapi tak sama, aku bilang "Mafia Perbisnisan"
*****

Suatu hari aku ngobrol di kantor dengan teman yang kerja di sebuah perusahaan, pas kebetulan waktu itu mau ada kunjungan Presiden, ko` temenku itu dapat telepon diminta bookingkan hotel untuk salah satu pejabat dari daerah.
Apa yang terlintas dipikiranku saat itu????
"Wah, mba ini ternyata kenalannya pejabat-pajabat, hebat juga ya.....Dia masih muda lagi, sudah punya relasi yang luas"
Pada waktu itu aku belum dekat, kebetulan sebelumnya aku memang tidak pernah bersentuhan dengan dunia mafia seperti ini, walaupun untul scala kecil penah juga melihatnya.

Setelah beberapa lama, aku mulai sering ngobrol dengan mbanya.  Wah.....aku baru tahu hal yang baru, yang mengejutkank, dan aku jujur ke mbanya dengan apa yang aku pikirkan saat itu, ternyata suatu yang sangat bertolak belakang.
******
Lain cerita, suatu hari pas kebetulan ada rapat dikantor, ada tamu datang kekantor, lagi-lagi mencari bos. Saat itu kebetulan temenku yang bukakan pintu, jadi aku tak tahu maksud dan tujuannya si tamu, tapi kayanya temenku sudah paham masalah seperti itu, jadi disuruh nunggu saja diruang tamu. Setelah rapat selesai, ko` bos minta dibukakan pintu samping dan pergi lewat situ. Aku baru tahu si tamu adalah orang yang minta sumbangan.
******
Pernah juga aku kena omel bos (Ya maksudnya baik seh...), waktu itu aku pagi-pagi dapat telepon ,
Mba, tolong sampaikan ke Bapak, Bapak X mau bicara penting, nanti tolong hubungin nomor 0812532***, tanpa curiga dan pikir panjang aku langsung telepon bos, karena si penelpon menyatut nama seorang pejabat, karena tidak diangkat aku sms saja bos. Tidak seberapa lama bos langsung telepon,
"Yun, ini siapa yang telepon, nomornya saja nomor jawa. Kalau bapak itu aku punya nomornya, bukan yang ini", bilang bos.
Wah......aku hanya diam tidak bisa jawab deh.....
*******
Aku jadi berpikir, mungkinkah ini wajah dari negaraku tercinta, dibalik dunia yang nyata, ternyata ada wajah gelap (Undergroud), yang mengais uang dari mengiba. Wajah gelap yang sebenarnya ada tapi terlihat atau dibuat abu-abu.
Pengemis mengais rejeki dengan meminta-minta tetapi beda dengan ini, aku tak bilang gerombolan atau kelompok, karena gerombolan itu terorganisi dan dia bukan mencari rejeki, karena rejeki itu dicari dengan jalan yang halal & benar, kalaupun itu hasil mengemis, tapi karena yang mengasih  pun iklas.

Di dunia bisnis, hal seperti itu seakan sudah biasa dan menjadi hal yang wajar, padahal sangat merugikan karwayan dan aku sendiri merasakan hal itu sebagai ketidakadilan. Semua menjadi korelasi, seharusnya apa yang bisa dikasihkan perusahaan untuk hal "intertain" ke "mafia" bisa untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Dari cerita salah satu teman, perusahaan memang mengalokasikan dana untuk "intertain", bahkan kadang besarannya lebih besar dari operasional kantor.
Ini sangat menyedihkan dan ironis sekali dan sudah bukan rahasia umum lagi.

Terlalu banyak prosedur perbisnisan yang harus mengeluarkan biaya intertain besar mulai dari instansi 2P, T, W, L, mungkin masih ada lagi sumbangan lain-lain yang tidak ada tittle nya. Yang ini semua bukan bagian dari CSR perusahaan.


Padahal untuk bisa mengerakkan dunia usaha, harusnya birokrasi yang panjang dan mengeluarkan banyak uang, perizinan misalnya dapat dikurangi. Tapi kelihatannya "mafia perbisnisan" sudah mengakar dan merajalela di negara ini, biarpun masalah penegakan hukum bagian dari program 100 hari kerja presiden.
Tidak heran kalo, pengusaha menjadi penyumbang dalam pemilu legislatif maupun eksekutif.

Kasus Artalita Suryani yang menyuap jaksa Urip menjadi salah satu contoh adanya mafia perbisnisan yang  berkombinasi dengan mafia hukum terungkap dipublik. Yang tak terungkap akan lebih banyak tentunya ini menjadi fenomena gunung es.
Kasus terbaru berkaitan dengan Artalita Suryani, bisa menghuni kamar tahanan bak hotel mewah yang tentunya harus dibelinya dengan uang. Tapi itu menjadi bukti uang bisa mengotrol, pengusaha dengan uang bisa melakukan apa saja untuk memperlanjutkan dan mempermudah bisnisnya, disisi lain jika pengusaha tidak mau mengeluarkan uangnya, bisnisnya juga tidak bisa berjalan.
Waullahualam....

11 Januari 2010



Dimana Kamu Berada????

To. Laila

Tadi Malam saat aku terbangun tengah malam, ada catatan di HP, mengingatkanku, hari ini sahabatku ulang tahun. Ku kirim sms ucapan selamat, tapi tak terkirim sampai pagi ini.

Sudah lama memang, aku tak mendengar kabarnya, aku juga tak berhubungan lagi dengan dia walau lewat sms, seingatku terakhir kali aku telepon dia beberapa bulan yang lalu.

Aku tak pernah tahu kabarnya, sesekali ku dengar kabar dia dari teman-teman.
Kenapa kamu menghilang, marah kah denganku????
Mestinya tidak, karena kita sudah lama tak berjumpa.

Dimana kamu berada, sekarang???
Mungkin kamu masih disana atau telah pindah entah kemana. Terakhir ada yang bilang kamu pelatihan di Surabaya sebulan. Tapi seharusnya kamu sudah kembali????

Biarlah, sekarang aku tak tahu kamu dimana, suatu hari nanti jika kamu melihatnya, aku ucapkan selamat ulang tahun kepadamu hari ini.
Harapanku, kamu panjang umum & sukses selalu.......
Jangan pernah kamu lupakan persahabatan kita.
Miss U Friend

Jumat, 15 Januari 2010

Ah.......kenapa aku selalu payah soal itu????

To. Petty
Saat tadi malam alarm berbunyi......aku bingung mau tulis apa untuk ucapan........aku memang belum menyiapakan kata-kata sebelumnya, bukan karena aku lupa ultahmu, seperti kamu lupa ultahku dulu (hehehe pisssss bu), tapi terus terang saja aku paling payah untuk urusan ucap mengucap, kamu tahu itu. Sampai harus ku habiskan beberapa menit untuk berpikir kata2 yang tepat untuk itu & akhirnya kukirim juga pesan singkat,


Happy B`day sy, moga panjang umur, sehat& tambah sukses selalu.....

********
Hahaha......

Akhirnya hanya kata itu yang bisa aku kirimkan untuk ultahmu tahun ini, standar banget kata2nya.

Yang jelas itu sebuah harapan dari seorang sahabat yang jauh dimata & aku ingin untuk selalu dekat dihati.

*********

Dan di Fb seperti biasa aku akan kirimin shabat2ku dengan lagu

"Happy Birthday" dari The Click Five.

Biarpun ultahmu bukan yang ke-19 seperti lagu itu, tapi akan mengingatkan kita saat diusia2 itu. Saat itu kita masih bersama, mungkin sekitar tahun 2003........kita belum terlalu akrab waktu itu, tapi kamu pasti ingat, saat mengerjakan laporan sampai seharian dirumahku yang dulu atau waktu awal kita bertemu di angkot dan kamu mengajakku mengabil jas almamater, tapi aku tidak mau saat itu.......(Sumpah aku nyesel sekarang lo......hahaha....sok lebai).

Kebersamaan kita dulu tak mungkin hilang dari ingatan & kita tak mungkin lagi kembali kemasa itu. Tapi bukan berarti kita tak mungkin bersama lagi dimasa akan datang. Kebersamaan kita sebagai teman sekaligus saudara akan selalu ada dihati.

Happy B`day .......
Maafkan aku tidak bisa mengasihmu apa-apa, hanya seuntai doa yang terbaik untukmu, kesuksesan selalu menyertaimu, dan kamu menjadi terbaik untuk dirimu sendiri, keluargamu, orang-orang disekitarmu.
Miss U pren......

Selasa, 12 Januari 2010

CAMPURSARI

Dek jaman semono.....
Kukelingan anak lanang....
Biyen tak openi.....
Jur saiki ono ngendi....
Neng gunung tak pakani sego jagung......

Sedikit syair campursari, yang masih ku ingat, itu berjudul "Caping Gunung", baru saja berlalu dari radio.

Semenjak aku tidak tinggal di luar pulau Jawa, campursari menjadi salah satu lagu favoritku. Walaupun aku tak banyak tahu tentang lagu-lagu campursari, setidaknya akusuka mendengarkannya.
Terdengar aneh memang !!! Untuk ukuran jaman sekarang, dimana orang muda lebih menyukai musik-musik pop, RnB atau yang lainnya, walaupun sebenarnya aku sudah tidak muda lagi.

Ada kedamaian yang aku rasakan saat mendengar lagu-lagu jawa dan nuansa jawanya membawa pikiranku terbang jauh ke kampungku di jawa, mengingatkanku saat tetangga sebelah yang kebetulan seorang "waranggono" yang suka memutar lagu jawa dengan keras-keras atau saat ada yang punya hajatan manten dikampung.

Anehnya, saat di jawa lebih sering cuek atau gerutu saat dengar tetangga atau bapakku mendengarkan lagu-lagu campursari.

Sekitar tahun 90 an, saat aku masih SD, pernah ada shooting campursari di hutan Perhutani dekat rumah, untuk mengisi acara di TVRI. Jaman itu sudah jelas shooting merupakan hal baru khususnya di kampungku dan sekitarnya.
Yang kuingat saat itu, yang menonton Masya Allah banyaknya, sampai desakan-desakan. Biarpun begitu antusian penonton tetap  luar biasa.

Beberapa lalu, lagu-lagu campursari memang sempat menjadi fenomena dibelantikan musik Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Bak cendawan  dimusim hujan, group-group campursari tumbuh dimana-mana termasuk juga dikampungku, bukan hanya mengusung lagu-lagu campursari saja, bahkan jenis-jenis kesenian lain juga terkena "wabah" campursari, hingga lahir ketoprak campursari, jatilan campursari dan satu lagi pergelaran wayang kulit pun sudah didominasi dengan campursari, seperti yang pernah dikeluhkan Si Mbahku.


Sejak dulu aku memang tidak suka dengan acara-acara perayaan atau hiburan rame-rame dikampung yang berbau dangdut dan tradisional. Sebagai anak ABG waktu itu, aku mikir itu gengsi dan kampungan, aku lebih memilih nonton acara di TV dari pada melihat pergelaran campursari, biarpun sekarang kebalikannya.

Beberapa tahun kemudian, aku akhirnya melihat juga campursari dirumah tetanggaku. Mungkin itu yang pertama dan yang terakhir (sampai saat ini) aku lihat secara live, biarpun sering juga ada pertunjukan campursari dikampung.
Aku haran, ternyata apa yang aku bayangkan dengan yang aku lihat saat itu sangat jauh beda. Bayanganku campurasi identik dengan khasanan kesenian jawa yang adiluhung biarpun musiknya ada percampuran unsur moderen. Dimana penyanyinya memakai adat jawa, seperti Didi Kempot atau Waljanah yang pernah aku lihat di TV. Tapi kenyataanya, penyanyi campursari malah menggunakan gaun yang terbuka dan lebih menonjolkan sensualitas dan goyangan, lebih pasnya disebut penyanyi dangdut mungkin. Yang nonton juga kebanyakan anak-anak muda.

Aku kira, campursari sebagai salah satu kekayaan budaya jawa yang memiliki nilai keselarasan yang apik karena merupakan perpaduan musik jawa dan musik moderen sebagai upaya untuk melestarikan kebudayaan jawa khususnya lagu-lagu jawa, mengingat adanya pergeseran pola pikir dan selera anak muda jaman sekarang (seperti aku dulu). Namun sangat disayangkan kalau pada akhirnya pertunjukan campursari hanya menjadi ajang pamer sensualitas dan goyangan penyanyinya. Terlebih penontonnya yang kebanyakan anak muda sering membuat kekacauan.

Untuk saat ini, eksitensi musik campursari sudah tak seperti dulu lagi. Musik campursari mulai kalah bersaing dengan musik jaman sekarang. Banyak musisi campursari mengatakan bahwa jenis musik ini mengalami stagnasi. Disisi lain, para pemerhati menyayangkan adanya gejala para musisi campursari yang selama ini mengabaikan nilai-nilai keadiluhungan dan ruh campursari. Nilai-nilai keadiluhungan campursari sebagai kreasi yang berangkat dari seni tradisi (Jawa), di antaranya dari pola sajian musik, pola garap serta kostum para musisi maupun penyanyi, perlu dipertahankan.

Yang jelas sekarang, campursari menjadi obat rasa kangen dengan kampung halamanku.

(berbagai sumber)

Palangka, 12 Jan 10

Jumat, 08 Januari 2010

Karena Orang Tuaku Mengajarkan Itu????

Dari kecil aku selalu kecewa dan sedih jika ada orang atau temen-temenku yang bertanya,
”Kenapa kamu sekolah jauh-jauh???
Kenapa kamu ga minta ini dan itu ma orang tuamu, kan kamu anak tunggal, duit ortumu buat apa???

Aku sangat benci dengan pertanyaan itu. Aku tak mungkin menjelaskan pada semua orang tentang ini dan itu. Bahkan sampai tes interview saja ditanya seperti itu. Kenapa banyak orang menganggap jadi anak tunggal itu enak, bisa minta ini dan itu, padahal menurutku sebagai anak tunggal aku memiliki tanggung jawab yang besar, dan sendiri untuk menjaga orang tua. Mungkin banyak orang yang tidak pernah didik berdemokrasi dalam keluarganya.

Sebenarnya bisa saja aku minta dibelikan ini dan minta itu, apalagi waktu kuliah yang jauh dari orangtua. Tapi aku tak akan lakukan itu karena orang tuaku selalu mengajarkan untuk sederhana dan aku terbiasa seperti itu. Ibu dan Bapakku selalu terbuka, tentang masalah keluarga kami sampai masalah uang sekalipun, sehingga aku tahu kemampuan orang tuaku.

Aku berusaha selalu tegar dan sabar karena orangtuaku mencontohkan itu padaku. Dulu sewaktu aku berangkat pertama kali ke Kalimantan, banyak tetanggaku menangis, tapi Ibu ku tidak, walapun aku tahu sedih juga didalam hatinya.

Bertahun-tahun Ibuku pernah sakit, tapi tetap sabar dan itu aku tahu tentang kesabaran.

Orang tuaku selalu mengajarkan untuk selalu mengahargai dan ramah pada orang lain. Walaupun kadang aku malas, tapi Ibuku tak bosan-bosannya selalu mengingatkan untuk bisa bertegur sapa atau setidaknya senyem pada tetangga.

Orang tuaku selalu mengajarkan untuk bekerja keras. Sejak kecil aku selalu diajak Ibuku untuk menggendong kayu dari kebun atau ikut memupuk ke sawah. Walapun tidak tiap hari, tapi aku tahu betapa keras orang tuaku untuk bisa menyambung hidup.

Biarpun aku perempuan, tapi Bapakku tak pernah mengajariku untuk menjadi lemah. Aku selalu dibangunkan malam untuk menonton bola, atau diajak untuk memperbaiki mobil.

Orang tuaku selalu mengajarkanku untuk selalu mengenal dan menjaga sillaturahmi dengan keluarga. Setiap bulan Ramadhan tiba, berjiarah kemakan leluhur wajib hukumnya untuk diikuti, demikian pula saat lebaran tiba, berkunjung kesanak famili harus ikut, biarpun kadang aku malu.

Orangtuaku mengajarkan berbagai hal, agar aku siap untuk hidup di masyarakat yang plural. Orang tuaku selalu mengajarkan aku untuk berbagi, jika aku punya. Orang tuaku mencontahkan yang baik agar aku tahu mana yang baik dan yang tidak. Dan orang tuaku telah mengajarkan hal yang baik tentunya agar aku bisa sukses.

Orangtuaku selalu mengharapkan anaknya bisa berpendidikan biarpun, orang tuanya tidak sekolah.

Aku sangat beruntung lahir dari keluarga yang sederana dan demokratis. Aku sangat beruntung orangtuaku memberikan dukungan penuh untuk anaknya.

Aku pernah melihat, potongan koran lusuh yang ditempel di kulkas di rumah omku. Gambarnya dua anak kecil yang satu memikul kayu dan satu lagi membawa rumput dikepalanya. Dibawah gambar ada tulisan tangan, ” Masa Kecilku”.
Aku jadi tahu, itu menjadi sarana omku untuk mengingatkan masa kecilnya dan juga mengajarkan/mengenalkan pada anaknya tentang perjuangan orang tuanya. Dan mungkin juga berharap agar anaknya bisa menghargai perjuangan ayahnya agar dia tidak sombong.

Pastinya orang tuaku juga berharap demikian, setidaknya agar anak cucunya nanti bisa menghargai apa yang telah dilakukan moyangnya untuk menyambung satu generasi.

Dan aku menyadari tanggung jawabku sebagai anak. Aku yang harus menjaga nama baik dan kehormatan orang tuaku, dan menyayangi hingga akhir hayatnya, sebagai mana orang tuaku menjaga dan menyayangiku sewaktu kecil. Biarpun orang tuaku tak pernah meminta imbal balik pada anaknya, atas semua yang telah diperjuangkan.

Suatu hari, ibuku pernah bilang ke bapakku :
”Makannya seadanya jangan minta yang aneh-aneh, biar nanti terbiasa kalo ikutnya anaknya”.
Mendengar, guyonan itu aku hanya bisa tersenyum, setelah apa yang dia perjuangkan untuk anaknya, tak sedikitpun berharap imbalan dan menyusahkan anaknnya.

Ya Allah jagalah Dia dan balaslah apa yang telah dia perjuangkan.

Bapak Ibu, maafkan aku belum bisa membanggakanmu.

Palangka, 6 Jan 2010.

Sabtu, 02 Januari 2010

Penjual Minyak

Membaca catatan teman siang tadi menjadi inspirasiku untuk menulis hal serupa dan mengingat tentang sepanggal pengalaman dan perjalan hidup yang tak pernah diduga.

Aku sadari apa yang terjadi merupakan takdir dari Tuhan yang tak mungkin manusia bisa menolaknya. Begitu pula dengan Dia. Lahir sebagai anak peremupuan dan pertama dari seorang istri pertama (ada istri k2 dan ke 3), mungkin tak pernah diinginkan, tapi tak pernah menyesal biarpun itu tak nyata.
Mbah Ukar biasa orang menyebutnya. Mbah dari bahasa Jawa yang artinya nenek atau kakek, dan Ukar adalah nama anaknya yang pertama. ( Sebuah kebiasaan dikampungku, nama anak pertama menjadi nama panggilan bapak atau ibunya.

Sebenarnya dia dilahirkan dari keluarga yang bisa dibilang terpandang dikampung. Bapaknya seorang guru SR, yang pasti tak banyak orang bisa pada jamannya. Namun karena bapaknya dan ibunya cerai dan masing-masing kawin lagi, sehingga dia ditipkan ke kaka dari ibunya, yang kebetulan juga memiliki anak yang cukup banyak. Namun aku tak mau berkomentar lebih jauh tentang hal itu.

Menikah diusia muda dan bekerja keras dengan berjualan minyak tanah dijalininya. Dulu dia sering bercerita untuk mendapatkan minyak yang harus berjalan berkilo-kilo meter karena letak kampungku yang jauh dari kota dan tak ada angkutan untuk menjangkaunya. Namun tak pernah menyurutkan langkahnya. Karena usahanya, lambat laun usahanya mulai berkembang, tidak hanya minyak tanah yang dijual tapi juga kebutuhan pokok.

Dari usahanya bisa punya kuda yang tentunya istimewa, karena tak banyak bisa membelinya dan untuk berjualan kepasar tak lagi berjalan kaki, ada sepeda yang membantunya. Dia berjualan dipasar dekat rumah, setiap hari pasaran jawa.
Aku juga pernah ikut berjualan di pasar, saat liburan. Sebungkus tepo (lontong), atau jenang (bubur) dan opak (krupuk, sebagai hadiahnya aku ikut membantu. Walaupun tak ikutpun aku selalu dapat jajan itu jika pulang dari pasar. Bahkan sampai aku sudah mahasiswa pun, kalo pulang jajan dari pasar itu tak pernah ketinggalan.

Kebun dan tanah yang luas, bukti dari kemakmuran yang didapatnya karena kerja kerasnya waktu muda dan selalu dibanggakan itu sebagai jerih payahnya sendiri, tanpa ada gono gini (warisan) dari orang tuanya.

Kebanggaannya bisa menyekolahkan ke-2 putranya dari 3 anaknya sampai keperguruan tinggi yang tak banyakorang kampung bisa. Seperti kebanyakan orang desa yang berpendidikan rendah dan berpikiran sederhana, prinsip hidupnya pun hanya bisa menyekolahkan anaknya biarpun orangtuanya bodoh.
Satu cerita yang aku ingat untuk membayar uang sekolah yang pada waktu itu sebesar Rp. 9.000,-, dijualnya anak sapi yang masih ada diperut induknya.

Mbah Ukar, seorang wanita desa dan istri dari seorang suami yang keras. Biasa dimaklumi sebagai manuasia yang dilahirkan dijaman Belanda, sekte feodal masih lekat, selalu mengabdi dan menurut pada suami, walaupan kadang tak masuk akal. Sebenarnya dalam hatinya ingin menolak tapi pada ujung-ujungnya akan iya.
Seorang istri yang selalu mengabdi untuk keluargnya, mengurus suami dan ke 3 putranya sambil bekerja untuk mengakat ekonomi keluarga.

Dimasa menjelang senjanya Mbah Ukar bisa menikmati dari usahanya disaat muda. Jualannya tak bisa seperti dulu, persaingan sudah tak bisa dilakukannya lagi, karena usianya yang sudah tak muda lagi dan penyakit hipertensi yang sering menggrogoti. Masa senjanya dihabiskan dengan berkebun walaupun hasilnya tak seberapa tapi cukup untuk makan dan menyenangkan hatinya. Tiap hari bisa kepasar untuk berjualan hasil kebun sendiri.

Mbah Ukar menutup semuanya disuatu pagi yang tragis. Saat puasa hari ke-7 akan selalu ku ingat dan kukenang. Kami telah menikmati usahanya, satu pesan yang kuingat "Tak semua orang sama dan berpikiran baik untuk kita biarpun itu namanya keluarga sendiri.

Semua menjadi kenangan sekarang dan nanti.

Palangka, 31 Des 09.

MUSAFIR


Panas udara membuat baju ini basah. Ku langkahkan kaki diatas trotoar yang panas, diantara lalu lalang kendaraan bermotor. Tak tahu sudah bentuk muka ini. Aku baru merasakan menjadi seorang musafir yang tanpa arah, tak ada tempat berlindung yang aman dan nyaman untuk berlindung dari sengatan panas matahari sekalipun.

Tujuanku cuma satu, "Rumah Allah" di ujung jalan. Tempat yang selalu tersedia dan bebas untuk siapa saja, terutama untuk para musafir sepertiku, tanpa diminta pungutan untuk singgah disana.

Lantai teras kecoklatan, ku rasakan dingin diujung-ujung kaki. Ku bersandar pada tembok diujung teras. Tak ada satu pun orang yang peduli, hanya sesekali ada orang yang melihat penuh tanya.
Diujung teras ini kurasakan semilir angin, mengusir lelah seharian ini.

Hari ini ku temui 2 orang, satu menatap penuh curiga dan tak ramah sama sekali (mungkin bagian dari trik dan intrik) membuat aku tanya nyaman). Seorang lagi penuh semangat dan kemudian kecewa.
Bagiku apa yang telah terjadi, bagian dari perjalanan hidup yang perlu dimaknai dan tak perlu disesali, bila itu hal yang positif. Biarpun itu akan berbuah kegagalan.

Sayup-sayup puji-pujian mulai ku dengar dan harus ku habiskan waktuku beberapa jam lagi disini, sebelum kulangkahkan kai untuk pergi dan entah kapan bisa kembali lagi kesini.

Masjid AL-FALAH Sampit, 19 Desember 2009