Jumat, 26 November 2010

Kantor Terlalu Sepi

Kantor terlalu sepi begitu yang ingin aku tulis dan aku ungkapkan. Ini sudah tiga tahun, dari lantai 2 ke 4 sampai 3. Sekarang setelah sekian lama ada tiga hari dalam seminggu untuk aku dapat belajar banyak hal khususnya tentang hidup, biarpun dalam hati kadang menolak, tapi aku selalu berusaha untuk mengambil hikmah yang terpendam. Tapi sampai kapan?? Aku hanya bisa berdoa "Tuhan selamatkan aku dari kafir".

Terkadang banyak kertas - kertas yang menumpuk berserakan tak beraturan, tapi kadang lebih rapi dan bersih. Sering kali tragedi tinta yang tumpah kemana - mana. Ah......semua telalu sering sepi dan aku sendiri dini.

Siang mulai beranjak, matahari sudah diatas gedung. sepi tetap tak terpecahkan. Tapi aku akan selalu bersyukur sepi ini membawa ketenangan yang lebih baik.

Kamis, 12 Agustus 2010

RAINBOW

Sebenarnya aku bingungi mau kasih judul apa untuk tulisanku ini dan tidak tau juga kenapa muncul dipikiranku kata "RAINBOW" ..... Pelangi. Yah.....ini mungkin warna - warni kehidupanku seperti warna pelangi yang indah.
******

Kumulai tulisanku dengan suatu cerita, dimana rasa benci bercampur rasa cinta, sehingga tak tahu mana yang lebih dominan. Kadang cinta itu muncul saat kita mengingat suatu perjalanan indah yang sudah lampau, tetapi rasa benci menghapus, saat kita teringat akan penghianatan, itu menyakitkan.
Mungkin mulut ini bisa bohong, saat banyak orang menanyakan hanya kata "Tidak" yang muncul padahal relung hati yang dalam tak terima itu. Rasa kangen masih menghatui, biarpun berusaha untuk melupakan, toh.... hati selalu ingin tahu tentang dia dan tangan tak mau berhenti mencari. Yah.....semua karena cinta yang bisa mengorbankan orang lain. Egoiskah?? Entahlah, sikap dan kesiapan orang berbeda dalam menyikapi masalah, aku tak bisa menghakimi.
******

Dulu aku tak rela kalau dia bersama, bukan karena apa, lebih karena aku sendiri tak yakin dia baik. Tapi setelah kejadian itu aku ingin dia bahagia.
Tuhan.....
Aku tak peduli apa persepsi dia tentang diriku, seburuk apapun akan ku terima. Tapi aku mohon kepada Mu persatukan dan bahagiakan mereka, biarlah aku menjadi bagian yang terbuang dari kisah mereka. Aku tahu Engkau punya jalan lain biarpun semua orang bilang tak mungkin.
Jikalau Kau masih kasih aku waktu bertemu dengan dia, aku hanya berharap dia masih mau menyapaku dan mengingat namaku. Aku tak berharap banyak semua bisa seperti dulu.
Aku akan memendam semuanya dalam hati, mungkin aku bisa membukanya kembali suatu saat untuk ku jadikan pelajaran yang sangat berharga.

Mungkin aku tak bisa mencintai seperti dia bisa mencintai setulus hati, aku hanya percaya pada Mu, Ya Allah.

Rasa hati ingin menghubungi dia biarpun sekedar tanya kabar, tapi aku takut sakit hati jika tanggapan dia tidak baik.

Tuhan.....
Hanya Kau yang tahu isi hatiku, tak ada rasa apa - apa dari semua itu, pamrih pun tidak. Sampai sekarang aku berusaha untuk memahami dia, biarpun aku tak tahu dia seperti itu apa tidak. Aku hanya manusia biasa yang tak bisa memahami isi hatinya. Mungkin semua terlalu menyakitkan dan begitu fatal, aku sendiri tak bisa mengukurnya.
Sebegitu besarkah kesalahanku, sehingga sulit dimaafkan???
Aku sudah berusaha, Engkau tahu itu. Aku tak bisa memaksa dia, seperti kata temenku, aku tak bisa memaksa orang lain mengikuti mauku.

Mungkin semua yang indah dulu tinggal menjadi cerita biarpun aku tak pernah mengharapkan, karena bagiku semua menyedihkan tapi aku hanya berusaha jujur dan berdamai pada diri sendiri.

Harapan terakhirku...... Mungkin aku tak lagi berarti, tapi saat ada orang yang menyebut namaku, dia masih mau bilang "Aku pernah kenal dia......."
Semoga dia baik - baik saja.......

Sabtu, 07 Agustus 2010

Palangka – Jakarta – Ngawi – Surabaya – Palangka

Akhirnya aku kembali kesini, setelah 10 hari perjalanan panjang Palangka – Jakarta – Ngawi – Surabaya – Palangka. Hari – hari terjebak pada escalator yang tak pernah berhenti berjalan dan naik turun lif yang tak mau berdiam. Mobil – mobil yang terus berjalan, rungan yang dibatasi kaca bagiku sangat mewah, saat ku memandang bayangan diriku ada hal yang tak biasa, semua serba otomatis. Beda dengan rumahku yang berantakan sana sini.

Lalu lalang kendaraan membuat kota ini tak pernah mati, kerumunan orang yang selalu berjalan tak saling mengenal. Setiap malam ku duduk dipinggir jendela sambil memandangi gemerlap lampu kota yang membuat kota ini semakin eksotik, jauh beda dengan disini seakan menjadi kota hantu saat kabut turun.

Setiap kali kubuka dorden panjang, kabut tipis turun perlahan dari celah gedung – gedung pencakar langit. Lampu puncak Monas belum mati saat jalan senen raya masih sedikit lengang.

Malas mata ini terbuka, dingin AC yang tak mati menambah nikmat untuk menarik selimut tebal. Kasur busa yang empuk menambah tidurku semakin nyaman, kulupan sebentar kasur tipisku dan sarung batik kesayangan. Tapi deadline waktu mengharuskan bangun pagi, ini bukan pinik gumanku........

Maklum orang kampung kekota terlihat udik biarpun ku coba untuk tidak katrok. Kuingat pengalaman temen yang bingung cari gayung dihotel berbintang. Ah......aku tak sekatrok itu, kalau mau mandi ada shower yang tinggal diputar sesuai selera, air panas atau dingin. Kalau sikat gigi ada gelas yang disediain. Hanya aku sedikit risi dengan WC duduk, biarlah menjadi katrok untuk urusan kencing dan BAB tetap jongok. Toh itu lebih sehat dan tidak ada yang melihat juga.......

Aku beruntung, seharusnya kamar untuk berdua, karena aku datang lebih dulu, aku bisa survei seisi kamar terutama alat – alat dikamar mandi yang tidak pernah kugunakan sebelumnya. Biarpun begitu orang katrok tetap saja terlihat, buka pintu kamarnya tetap minta bantuan clining servise ah........

Jakarta, pertama kali ditawari untuk pergi ku menolak halus dengan alasan yang konyal. Ku akui belum pernah ku ke Jakarta, biarpun selama ini ku melalang buana menyebrang pulau, Jakarta tetap menjadi kota yang yang beda terutama keramaian dan kemacetannya.

Beberapa hari sebelum berangkat aku sudah browsing peta Jakarta dan jalur busway. Tapi beruntung saat tiba dibandara ada saudara yang mau menjemput, sedikit lega perasaan. Sebenarnya itu juga karena kekwatiran ibuku yang berlebihan.

Dari hari pertama jadwal acara seharian, bikin capek tapi dengan mengenal teman – teman dari berbagai daerah sangat luar biasa menjadi pengalaman tersendiri. Kebersamaan yang singkat tapi penuh kesan tentang banyak hal. Berbagi pengalaman, cerita dan motivasi tentunya.

Biar jadwal kegiatan padat, tapi jalan – jalan tetap tak terlewatkan. Beruntung penginapan bersebelahan dengan Mall, tiap malam bisa jalan lihat diskon besar – besaran di Matahari, yang belum pernah ada disini. Atau bosen makan yang aneh – aneh dihotel, disebelah disediakan makanan cepat saji yang sesuai dengan selera perut dan kantong. Terakhir bisa jalan – jalan ke PRJ biar tidak beli apa – apa tapi bisa bawa cerita sebagai oleh – oleh kesini.

Hari ke 5 di Jakarta, saatnya untuk pulang kampung. Sebenarnya aku ingin naik kerta yang belum pernah ku rasakan, pagi – pagi aku nekat ke stasiun Gambir hanya untuk cari tiket, tapi apa mau dikata waktunya pas bebarengan arus balik liburan panjang, ah.....ga dapat, terpaksa harus ikut saudara pulang naik bis.

Jam satu siap untuk berangkat ke Jakarta Selatan, sekalian kesempatan untuk keliling Jakarta, melihat – lihat gedung – gedung yang selama ini hanya kulihat begitu angkuh di TV. Satu jam cukup untuk sampai ke Lebak Bulus, menerobos kemacetan Jakarta yang mengila.

”Gajah Manunggal”, baru sekali ini aku naik bis sebelum berangkat ada ustad yang memimpin doa. Sebuah terobosan services yang sebenarnya biasa tapi menjadi luar biasa.
Sabtu, 10 Juli 2010 jam tujuh pagi sampai di Solo. Biarpun terlambat beberapa jam, perjalanan Jakarta – Solo sangat nyaman. Saat ganti bis ekonomi antar provinsi jadi terasa langit dan bumi rasanya.......

Ah......akhirnya ku bisa melihat rumahku kembali, Alhmdulilah sudah lebih baik. Disambut dengan tawa ibuku, lelah beberapa hari ini sirna seketika. Kebetulan juga tetangga sebelah rumah punya gawe mantu. Gending Jawa dan campursari yang biasa ku dengar di radio saat kangen kampung halaman terdengar meriah. Kampungku yang sejuk selalu membuat kangen hati.

Kamis, 15 Juli 2010. Malam cepat juga berlalu, tak terasa pagi menjelang subuh. Pagi ini harus mengejar bis pagi menuju Surabaya, saatnya kembali kesini.

EVERYTHING GONNA BE OKAY........

Palangka, 15 Juli 2010 



Palangka, 15 Juli 2010

Senin, 21 Juni 2010

Kisah Gadis Yang Tersisip

Arus urbanisasi yang kemudian meluas dalam globalisasi mengucurkan air liur para gadis desa. Melihat teman-teman sebaya yang mudik dengan kulit bersih bebas daki plus dandanan seksi aneka rupa benar-benar bikin hati mulai tergiur. Terbersitlah dengus di dada seorang gadis, “Aku mau seperti mereka!” Tekad baja untuk segera meninggalkan kampung halaman mencuat sedemikian kuat.


Untung pun dapat diraihnya. Hidup baru di tempat baru menggelinding cepat. Dengan sedikit polesan saja, tampang, body, dan gemulainya bikin berkedut mata yang memandang. Tak butuh waktu lama, dompetnya sudah penuh barang baru: kartu tabungan. Dunia terasa indah dirasa. Matanya nanar dalam kesukaan. Sesekali setumpuk uang dikirim untuk ibunya yang sedirian di desa.

Di tengah terang benderang di siang bolong, tiba-tiba petir menyisir hati menjadi getir. Tak tahu mengapa, perasaan itu menusuk sampai di ulu hati. Meski sekian banyak pencapaian dinikmati, tetapi sanubari tak mati. Ada residu yang mengguratkan jeritan untuk menghentikan keadaan bobrok yang bertahun-tahun dialami. Kehidupan baru sebagai seorang pelacur tak menandaskan kebahagiaan sempurna.

Lelehan air mata mulai membual dari sumbernya. Ia sedih, menangis, dan menyesal. Martabatnya serempak menggeliat serasa diinjak-injak. Meski bau harum alami ramuan kraton mengoles kulitnya yang semakin halus mulus, ia tetap merasa terhina. Dalam gumpalan uang yang berserak-serak, batinnya tersiksa. Ia terkulai, lemas, dan kaku.

Di ujung kepedihan mendalam, ia mantap untuk pulang. Setelah kerja malam, ia melangkah kembali ke desanya. Dahulu berangkat dengan riang gembira menukil sejuta harapan, kini pulang dengan kaki gontai penuh gemetaran. Ia menatap pilu halaman rumahnya. Secercah muncul keheranan, lampu depan di beranda masih menyala. “Ada tamu rupanya?” pikirnya. Gagang pintu dipegang, wooow… tak terkunci. Namun, tidak ada tamu yang menyaru. Ia pun langsung mempercepat langkah menuju pintu kamar ibunya.

Pelan-pelan ia ketok-ketok pintu kamar itu. Secepatnya pintu terbuka. Gadis pun bertanya, “Ibu apakah ada tamu?” Jawab ibu dalam kekagetan itu, “Tidak ada tamu kok. Setiap hari memang begitu.”

“Kok pintu gerbang terbuka dan pintu rumah tidak dikunci? Lampu juga tetap bernyala, Bu?” tanyanya dengan nada sedikit tinggi. Ibu itu berkata dengan lembut, “Anakku… Sejak Engkau pergi dari rumah ini, pintu tidak pernah aku kunci. Lampu selalu bernyala pada malam hari. Karena ibu tahu, kapan saja Engkau mau kembali pintu itu tetap terbuka untukmu.

Rumah ini tetap Engkau punya. Ibu tahu bagaimana dirimu di seberang sana. Namun, ibu tetap mencintai Engkau, apapun dan bagaimanapun Engkau. Masuklah anakku… Aku bahagia Engkau pulang!” Mereka kemudian berpelukan erat dan menangis haru.

Posting dari haxims

Senin, 07 Juni 2010

KLEDEK

Tubuhnya gemulai, pinggulnya lenggak – lenggok diatas panggung, sesekali tangannya memainkan selendangnya yang terikat di lehernya. Alunan musik koplo semakin menghentak membuat gerakannya tambah lincah. Biarpun usianya sudah paruh baya tapi gerakannya masih aktraktif tak kalah dengan yang muda. Dandannya menor dengan kemben rendah untuk memikat penonton. Panggil saja namanya JUMINTEN. Umurnya sudah lewat dari setengah abad. Sejak belasan tahun dia sudah disuruh ayahnya untuk “Ngledek”. Sekolahnya tak sampai tamat SD. “Belajar nyinden lebih baik untuk cari uang”, kata ayahnya dulu.

Dimasa kecil dia menjadi tukang ngasak, saat tetangganya panen “telo abang”, diajak ibunya untuk ngasak telo – telo boleng yang tak laku jual. Saat panen padi dia diajak buleknya derep. Juminten anak pertama dari tujuh bersaudara, adik – adiknya tak berbeda jauh usianya.

Dimasa remajanya dia menjadi kledek yang terkenal, parasnya yang ayu membuat dia menjadi kledek yang laris – manis. Dari hasil ngeldeknya dia bisa membeli baju – baju yang bagus, bedak, benges dan perhiasan, yang membuat iri gadis – gadis seusianya di kampung. Dimasa kejayaannya hampir tiap hari ada saja yang mengundangnya, bahkan tak jarang dia diundang pejabat – pejabat kabupaten.

Dari pekerjaan menjadi kledek dia ketemu dengan seorang laki – laki, MARNO namanya, yang berprofesi sebagai tukang kendang. Yang akhirnya mau menikahinya biarpun dia sudah mempunyai seorang anak laki – laki yang tak diketahui ayahnya. Entah apa tujuan Marno mau menikahinya, mungkin karena Juminten memang ayu, atau karena Juminten kaya raya.

Setelah menikah Marno setia menemani kemana Juminten mau tampil. Mobil Suzzuky Carry tahun 89 menjadi kendarahan yang mewah dikampung. Marno menjadi sopir pribadi yang siap mengatar kemana saja Juminten mau pergi, bahkan merangkap sebagai manager pribadi yang saiap mencari job untuk Juminten, bahkan untuk pekerjaan tambahan untuk melayani laki – laki lain.

Stigma kledek sebagai wanita ”penghibur” tak bisa bisa dia tolak, memang dia juga melakoninya. Jauh sebelum dia menikah dengan Marno. Sudah bukan rahasia lagi anak – anak lakinya yang pertama tak diketahui siapa ayahnya, dari desas desus orang – orang dikampung, ayahnya adalah kepala desa kampung sebelah. Rumah gedongnya yang berjajar dua dan berlantai tekel dikasih selingkuhannya yang juragan telo, dan mobil suzzuky carry pemberian seorang pejabat kabupaten.

Saat usianya sudah tak muda lagi dan kledek – kledek muda mulai bermunculan sedikit – demi sedikit pamor mulai turun, tapi dia selalu berusaha agar dia masih tetap laku dan laris. Marno, suaminya mengajaknya kerumah Embah Tro, orang pintar dikampung yang disegani, untuk minta jampi – jampi pelaris dan pemikat. Setiap kali sepi undangan ngledek, Embah Tro menjadi andalan.

**************************
Dulu juminten sudah mendapatkan semuanya, harta, ketenaran & kebahagian duniawi, sekarang tuhan mulai mengambilnya satu persatu. Dia sudah tak selaris dulu, bayaranya juga tak semahal dulu, pamornya kalah dengan kledek – kledek yang masih muda. Jampi Embah Tro juga sudah tak mempan. Anak perempuannya stes karena hamil ditinggal pacarnya, sedang anaknya yang pertama sudah dua tahun masuk penjara karena jadi pengedar narkoba.

Satu gending sudah berlalu, Juminten undur kebelakang panggung sambil menghapus air matanya. Dalam hatinya dia mengadu pada Tuhan yang dulu tak pernah dia kenal, ”Duh Gusti, nyuwun pangapunten, kulo mboten kiat, paringgono kulo kakiatan”.



Palangka, 7 Juni 2010

Selasa, 18 Mei 2010

Yang Tersisa Hanyalah Cerita

Lelah menjadi tak ada artinya saat semua acara telah terlewati dengan baik dan lancar. Rasa plong dan senang saat semua sudah usai, biarpun sebelumnya ada rasa kekuwatiran dan hanya bisa pasrah pada Tuhan.

Penghargaan tak patut diharapkan, melihat orang - orang yang datang antusias dan menikmati, itu sudah jauh dari cukup. Tapi tak kala ucapan terima kasih itu muncul dari tuan rumah, ada rasa dihargai jerih payah kerja kita beberapa hari ini. Sungguh tak dinyana, walau hanya sekedar ucapan terimakasih bisa diucapkan. Masih teringat, saat di bandara beberapa hari lalu, sosok yang arogan jelas terlihat, tanpa senyum ramah seperti hari ini. kami menilai bukan sosok yang friendly, tapi kami bisa memaklumi karena bos.

Kerja ini kerja tim, aku tak bisa sendiri. Tugas ku hanya jaga gawang, tapi aku bisa menikmati. Ada temen baru yang bisa bikin gregetan. Tapi kekeluargaan menjadi motivasi, biarpun harus tidur ngorok sekalipun, semua tetap harus berjalan. Itu hanya sedikit warna dari kerja kita yang singkat ini.

saat kamu tanya, bagaimana jalannya acara???
Aku hanya bisa bilang baik dan bagus, toh juga orang lain bilang seperti itu, biarpun tak nyata.
Sekarang semuanya sudah selesai, tinggal menikmati lelah dari kerja beberapa hari lalu dan yang tersisa dari kerja kita hanyalah cerita, yang tak mungkin bisa ditulis semua.

Terima kasih untuk semua yang telah membantu.

Palangka, 12 Mei 2010

Rabu, 28 April 2010

Rasa Ini

Rasa ini kembali muncul, sebuah perasaan yang sulit untuk diungkapakan, efek dari keadaan yang terlampau jenuh. Ini rasa tertinggi dimana pikiran mulai buntu dan tak berkembang. Padahal jiwa ini memiliki energi yang sulit untuk dibendung.

Lelah dan materi tak berarti saat hati ini berkata puas. Tetapi saat titik jenuh mulai menghantui hati selalu membrontak.

Manifestasi dari keadaan jenuh tadi membuat langkah kaki menjadi tak pasti, perasaan bosan dan tak produtif tentunya. Sebuah harapan dan kepercayaan hilang menjadi penistaan. Tak dipungkiri rasa ini membuat kacau isi otak.

Disaat rasa ini muncul, sebuah harapan dalam hati kecil, semoga bisa terlalui seperti sebelum – belumnya. Tapi bisa jadi rasa ini membuat pikiran berubah dan berkata tidak atau good bye…….

Palangka 8 Maret 2010

Dalam Doa

Ya Tuhan….
Kau telah melewatkan usiaku lebih dari seperempat abad,
Kau telah memberikan nyawa yang tak sia – sia ,
Dan Kau telah menyertakan berkat disetiap langkah.

Ya Tuhan....
Aku sadari banyak hal dalam anganku yang tak tercapai,
Banyak hal dari mimpiku yang terlewatkan,
Banyak hal dari inginku yang tak terwujud,
Tapi......
Banyak hal yang tak pernah kusadari Kau berikan pada ku.

Ya Tuhan.....
Aku tahu, hari kemarin banyak hal yang tersia – sia, tak bermanfaat dan terabaikan, besuk aku hanya berharap menjadi bagian yang selalu bersyukur & bermanfaat biarpun orang lain tak menganggap manfaat itu.

Ya Tuhan......
Disini aku hanya berteman dengan bayangan ilusi, dan aku hanya bisa berharap semua menjadi nyata.

Ya Tuhan.....
Ada yang telah pergi tak berarti dan yang datang membawa harapan,
Ada yang telah melupakan tapi masih banyak yang merindukan,
Ada yang menghujat tapi masih ada yang bersimpati,
Ada yang tak peduli tapi masih ada yang prihatin......

Ya Tuhan.....
Lengkapkan semua asaku,
Hanyak tekad dan niat yang ada,
Tapi keberanian masih terkubur dalam relung,
Kuatkan keinginanku menjadi keberanian yang nyata,
Tanpa terbeban hubungan baik,
Biarlah kebaikan itu aku balas dengan kebaikan yang lain.

Ya Tuhan.....
Telah banyak hari yang telah ku lalui,
Telah banyak orang yang kutemui,
Telah banyak cerita yang kutulis,
Telah banyak kecewaan dan kebahagian silih berganti pergi,
Telah banyak harapan yang terpupuk,
Telah banyak mimpi yang terbagi,
Tapi tak akan ada air mata lagi untuk itu,
Harus aku akui keingan dalam hatiku, untuk menatap pagi dari kampungku yang dingin.

Terimaksih Tuhan ku, Kau telah tunjukkan warna sesungguhnya dari kehidupan didunia ini dan biarkan aku menjadi seperti ini.

Palangka, 19 April 2010

Kamis, 25 Maret 2010

Nasib Ku

Sudah 2 minggu ini sendiri, sejak temen pulang ke Jawa, hanya sesekali orang datang, yang rutin hanya tukang koran, tapi saat hujan tiba seperti ini, juga tidak datang, harus besuk. Telepon sudah dari seminggu yang lalu diblokir karena bulan ini menunggak, Hp sejak 3 hari yang lalu sisa pulsa tinggal seribu, dan hari ini sisa empat ratus rupiah.

Sesekali masih ada telepon dan semoga ini bisa menyelesaikan masalah saat ini dan yang lalu – lalu. Tiga hari lalu ada telepon dari Jakarta, masih ada juga teman yang mau mendengar sharingku, setidaknya bisa memberikan sedikit pencerahan.

Ramalan zodiac minggu ini yang aku sering baca di koran harian lokal, “Minggu ini sedikit malas bekerja, cenderung cuek karena tak ada tujuan yang pasti, padahal bisa saja serius kalau kamu mau”. Pas banget……bukan untuk mempercayai terhadap ramalan itu, tapi memang pas banget dengan suasana hatiku. Sudah semingguan ini hanya bengong, game, tv, winamp. Malas rasanya ngapa – ngapain. Tapi anehnya badan rasanya capek semua.

Dan pagi ini, saat mata baru terbuka ternyata hujan telah mendahului, malas rasanya untuk bangun, tapi tetap ku paksakan untuk bangun. Biar pun cuek tapi aku masih tau diri, karena ikut orang. Jam 8 lewat baru kulangkahkan kaki ke kantor karena sebuah tanggung jawab biarpun dikantor hanya nonton TV nanti, hujan juga belum mau berhenti. Meniti tangga sampai lantai 4 membuat nafas tersengal - sengal, sudah ku bongkar semua isi tas, tapi tak ku temukan yang aku cari. Ya Allah kunci ketinggalan lagi di rumah. Baru ku ingat kemarin saat pulang kunci aku masukkan ke dalam kantong. Terpaksa aku harus pulang lagi.

Ah.......Nasib ku......
Semoga ada yang lebih baik dari ini semua.


Palangka, 23 Maret 2010

Kamis, 18 Maret 2010

Campur Rejo Cerita 3

Saat Panen……

Padi mulai menguning dan kelobot jagung sudah kering

Bapak sudah berangkat ke sawah biarpun ayam baru berkokok. Ibu sudah sibuk didapur sedari subuh untuk memasak. Saat matahari mulai bersinar, setangkup pisang ijo, nasi tumpeng, ayam panggang, botok, pelas, kulupan, sudah siap ditata dalam tenggok, tak lupa takir dan telur ayam jawa untuk sesaji.

Tak lama bapak datang untuk mengambil, ibu ikut serta kesawah pagi ini.

Sesampai di sawah yang tak seberapa luas, sudah ramai dengan orang – orang “Ngarit” (cari rumput), mereka saling berpacu memototong batang padi yang sudah kering.

Iya…..hari ini saatnya panen padi, setelah 3 bulan menunggu. Biarpun hasilnya hanya cukup untuk makan sendiri, tapi mereka terlihat gembira. Pak tani bisa bernafas lega melihat butir – butir pagi dalam karung dan para pencari rumput sedikit senang karena tak perlu susah payah mencari rumput untuk ternaknya setidaknya 2 hari kedepan.

Matahari sudah beranjak sampai diatas kepala, didalam gubuk ditengah pematang sawah ibu menghampar karung dan menyiapkan makanan yang dibawanya dari rumah untuk orang – orang yang kerja hari ini. Sebelum dibagikan pada orang – orang yang ikut membantu panen padi, potongan nasi tumpang dan sedikit lauk pauk diambil dan dibuang di pojok sawah dekat aliran sungai untuk “Dewi Sri” katanya. Dewi padi dan sebagai ungkapan rasa syukur pada Tuhan atas panen tahun ini.

Baru setelah itu mulailah makan bersama diatas pematang sawah dan teriknya matahari. Selembar daun pisang dibagikan untuk tempat makan. Biarpun badan penuh dengan keringat dan tangan masih kotor tetapi tak menyurutkan langkah untuk makan. Sedikit nasi putih, botok, pelas, sayur, sambel ”kambil” (kelapa), dan sedikit daging ayam terlihat nikmat di tambah rasa kebersamaan dan kegotong royongan. Sesekali diiringi guyonan dan obrolan kecil dari bapak – bapak dan ibu – ibu.

Butir – butir padi sudah dimasukkan dalam karung, damen – damen sudah selesai ditali. Bapak mulai mengangkutnya ke dalam pick up sewaan.
Malam ini bapak bisa tidur nyenyak, sambir terus berharap besuk tidak hujan sehingga bisa menjemur padi.


Palangka, 18 Maret 2010

Kamis, 11 Maret 2010

Campur Rejo Cerita 2

Kampungku yang harmonis dan dinamis…..


Tak banyak yang berubah dari kampungku dari dulu sampai sekarang, hanya saja rumah – rumah kayu dan bambu yang dulu mendominasi sudah jarang terlihat, semua berganti dengan tembok.

**************

Kaki kecil berlari diatas jalan yang berbatu, tak banyak kendaraan yang berlalu lalang. Sekumpulan ibu – ibu berkumpul dan bercanda ria di kamar mandi umum depan rumah untuk menjalankan aktifitasnya mencuci & mandi.

Beberapa tahun lalu jalan berbatu itu sudah diaspal dengan dana swadaya masyarakat. Itu yang bisa dibanggakan, rasa kekeluargaan dan kegotong royongan masih melekat kuat di kampungku biarpun dijaman moderen seperti ini sulit ditemui. Kumpulan ibu – ibu yang beraktifitas di kamar mandi umum juga masih ada sampai sekarang. Aku tak tahu mengapa, padahal sebagian besar sudah memiliki kamar mandi sendiri. Sedikit menurut pendapat ibuku, ke kamar mandi umum itu sebagai bentuk sosialisasi dengan tetangga. Ah……alasan yang aneh meskipun bisa masuk akal juga. Aku tak tahu pasti sudah berapa lama kamar mandi umum itu ada, dari aku kecil sudah ada disitu.
Aku tak akan panjang lebar cerita tentang kamar mandi itu, karena dulu aku juga pernah mandi bersama disitu.

**************

Alunan lagu jawa (campursari) mulai mengalun keras dari pengeras suara, tandanya ada orang hajatan di kampung. Jauh – jauh hari sehabis masak di rumah masing - masing, ibu – ibu sudah berkumpul untuk masak memasak di rumah yang punya hajat, buat makanan kecil dan bumbu – bumbu. Sedangkan bapak – bapak, seminggu sebelum dan seminggu sesudah acara, setiap malam datang kerumah yang punya hajat untuk “lek – lek an”, tentunya dengan kartu remi yang menemani. Begitu juga saat ada kematian di kampung, dari sebelum pemakaman, acara 7 hari sampai nyewu (1000 hari) ibu – ibu saling bantu – membantu untuk masak dan menyiapkan keperluan selamatan, sedangkan malam harinya bapak – bapaknya datang untuk memberikan doa dan makan – makan.

Saat bulan puasa tiba, menjadi musim selamatan. Hampir tiap hari ada orang yang mengadakan, bahkan bisa bersamaan, yang ”ngirim ngluwur” , ”unggahan”, ”suran” dan tak tahu lagi apa namanya. Biarpun anak perempuan (biasanya yang selamatan laki – laki), waktu masih kecil aku suka ikut, bawa plastik kresek untuk bawa berkat, pisang, apem, atau secuwir daging ayam. Itu sangat menyenangkan, maklum dulu hanya waktu – waktu tertentu bisa makan dengan ayam.

******************

Tahun 80 an, TV menjadi barang langka, TV hitam putih yang embah miliki jadi alternatif hiburan bukan hanya keluarga tetapi juga warga kampung. Sehabis Magrib rumah sudah mulai penuh dengan orang untuk menonton srimulat atau area ria safari yang populer saat itu. Setelah sepuluh tahun tetangga sebelah memiliki TV berwarna yang dibawanya dari Jakarta. Mulailah orang – orang beralih kesitu, termasuk keluargaku. TV hitam putih yang kami miliki sudah tak asik lagi untuk di tonton karena hanya ada stasiun TPI waktu siang dan TVRI saat malam.
Aku ingat saat tragedi kerusuhan tahun 98 yang mencekam, pertama kali aku melihatnya di rumah tetangga itu.

Telenovela Marimar yang pernah tanyang di stasiun swasta, menjadi favorit ibu – ibu dan menjadi aktifitas baru ibu – ibu setiap sore untuk melihatnya. Sedangkan anak – anak setiap hari minggu dari pagi sudah standby disitu untuk menunggu film ksatria baja hitam, winspeaktour, jiban dan film impor dari Jepang lainnya.

Sekarang sudah puluhan tahun, hampir setiap rumah memiliki TV dan TV hitam putih kami menjadi barang rongsokan.

Campur Rejo Cerita 1

Alamku Tak Seperti Dulu…….

Puji syukur kehadirat Tuhanku
Untuk segala ciptaan
Untuk udara yang tak pernah habis
Untuk air yang selalu mengalir
Untuk tanah yang penuh berkah
Yang semuanya Kau jadikan untuk menghidupi mahluk-mahluk ciptaan - Mu.
***********

Kabut tipis mulai turun dari lereng gunung menyambut pagi. Dingin udara khas pegunungan menusuk sampai tulang, langit merah mulai nampak dari timur, menyinari separuh badan gunung, semakin siang semakin keatas dan hijau pepohonan mulai tampak jelas.

Jalan aspal hitam yang mulai berlubang sana – sini seakan buntu di ujung jalan, terhalang dinding raksasa yang menjulang nan kokoh. Rumah yang berderet seakan bertabir dengan alam yang begitu dekat.

Suara hewan – hewan mulai terdengar bersama dengan dimulainya aktifitas manusia.

Kampung kecil di kaki Gunung Lawu, yang begitu majemuk. Aku sangat rindu segarnya udara pagi, rindangnya pohon – pohon pinus dengan bau khas getah rukem, dinginnya air yang jernih dan indahnya “Watu Kelir” yang ditumbuhi rumput – rumput liar.

Sungai kecil di belakang rumah yang jernih sudah lama tak mengalir, demikian juga dengan sungai di bawah lereng itu, kering. Hanya onggokan batu – batu besar sekarang yang ada, sesekali saat hujan tiba sungai – sungai itu ada airnya. Beberapa tahun lalu banjir bandang menghanyutkan batu – batu besar dari atas bukit, yang membuat sungai – sungai itu mati, padahal banyak kenangan aktifitas disitu biarpun itu hanya “BAB”.

Saat orang – orang mulai bertambah banyak, air – air jernih dari sumber di atas bukit di ambil dengan pipa – pipa untuk dibawa kekampung, lahan – lahan garapan di anak gunung semakin luas. Sedangkan pohon – pohon pinus yang dulunya hijau mulai kikis di tebang dan dilahap api. Hampir tiap tahun, khususnya saat kemarau panjang kebakaran terjadi. Terakhir saat puasa tahun lalu, dari depan rumah bisa dilihat titik api bagaikan lampu – lampu kota.
Aku selalu heran dan bertanya pada bapakku, kenapa kita hanya bisa taman padi setahun sekali itu pun tergantung dengan musim hujan, sedangkan dulu bisa 2 kali dan sekali palawija, padahal kita hidup di daerah pegunungan, saat ini belum ada orang yang sadar dan mau mencari solusi dan inisiatif – inisiatif untuk mengembalikan gunung seperti dulu. Air hanya cukup untuk minum, mandi dan cuci saat ini itu kalau musim kemarau alirannya sangat kecil sekali, dan mulai banyak diributkan banyak orang, sedangkan untuk lahan persawahan yang tak begitu luas sudah tak kebagian..

Entah sepuluh tahun kedepan seperti apa wajah kampung ku, mungkin anak cucu ku hanya bisa mendengarkan cerita tentang pabrik gondo rukem yang telah lama terbakar, enaknya sayur “Jrembak” yang dulu banyak tumbuh di sungai atau bahkan mereka malah sibuk dengan perkembangan dunia maya.

Palangka, 10 Maret 2010

Senin, 08 Maret 2010

Oh.....Negaraku

Beberapa hari lalu mendengar cerita tentang fit and profertes di DPR dari seorang teman, besoknya melihat tingkah polah para anggota perwakilan rakyat saat sidang paripurna dan hari ini baru membaca dan melihat tentang money politik. Aku orang awam yang tak tahu hukum dan politik. Terus terang awalnya aku tak tertarik mengikuti kasus Century, pikirku kasus BLBI yang sampai ratusan trilyun tak tuntas apalagi century, tapi mendengar gaungnya yang heboh di TV jadi tertarik juga. Mulai saat Sri Mulyani memberikan kesaksian di pansus sampai terakhir tadi malam mendengarkan pidato Presiden menanggapi rekomendasi pansus.

Sebagai orang yang tak tahu carut marut dunia hukum dan politik, aku hanya bisa berpikir dan berandai sendiri. Alangkah banyaknya uang 6,7 trilyun itu, andai saja uang itu dibuat rusunawa yang 10% sudah masuk kantong untuk memperlancar proyek, akan berapa banyak gelandangan bisa tertampung, anak jalanan bisa sekolah dan berapa panjang jalan lintas propinsi di Kalimantan atau Papua bisa diaspal. Tapi negara begitu rumit, pertimbangan – pertimbangan politik mengalahkan logika dan yang nyata, terkadang yang putih menjadi hitam dan yang hitam menjadi abu – abu.

Fraksi PPP yang dalam voting 1 di pansus sepertinya mendukung alternatif I dengan menggabungkan rekomendasi A+C yang menurutku tak masuk akal tapi hanya dengan waktu yang kurang lebih 30 menit dalam voting 2 pendapat mereka sudah berbeda. Aku kutip pandangan akhir fraksi PPP dalam rapat pansus kemarin “Hakekatnya yang benar adalah benar dan tak selayaknya untuk di voting, seharusnya kebenaran di yakini secara aklamasi”. Apakah dengan rekomendasi C yang menjadi pilihan mereka merupakan sebuah kebenaran, entahlah yang pasti ada yang meyakini itu sebuah kebenaran dan pasti ada yang bertolak belakang, karena pikiran manusia berbeda – beda apalagi kalau sudah ada namanya kepentingan politik.

Hampir tiap hari berita kasus koropsi selalu saya baca di koran, dan hampir setiap ada proyek pemerintah selalu ada kebocoran anggaran. Anggaran pendidikan yang 20 trilyun sangatlah besar, tapi tetap saja tak bisa menyentuh masyarakat bawah, sekolah bukan gratis tapi malah tambah mahal dengan berbagai pungutan dan biaya – biaya yang tak lazim. Tetapi pejabat negara terus mendapatkan tambahan fasilitas yang sebenarnya tujuannya agar tidak menerima gratifikasi, toh juga korupsi masih saja ada di negeri ini. Sekali lagi aku hanya bisa berandai – andai, jikalau anggaran pendidikan 20 trilyun itu dapat tetap sasaran, anak tetangga ku pasti tak akan putus sekolah, padahal dia sangat mengharapkan bisa melanjutkan sekolah, tapi sebuah alasan yang klasik karena ekonomi keluarganya yang terbatas.

Belum lagi junjang ganjing Pemilukada yang menurut bahasa Banjar menjadi sebuah pertanyaan, hampir tiap hari wajah dan stetmen ibu yang cantik itu menghiasi koran lokal disini, dari masalah anggaran, Panwas sampai DPT. Jauh di kampung ku sana, berita tentang Pemilukada banyak menghiasi media infotainment yang biasa aku buka di internet, maklum salah satu calon nya dari kalangan artis. Lain kali akan kutanyakan pilihan ibuku untuk calon jagoanya.

Sebagai rakyat, keamanan dan kepastian usaha menjadi harapan, tapi harapan itu seakan semakin jauh bila melihat carut marut negara ini. Pak SBY sebagai presiden pilihanku semoga menjadi pemimpin yang bijak untuk kedamaian rakyat. Agar lima tahun kedepan bisa tersenyum mengembang seperti foto lima tahun lalu saat pertama kali manjadi presiden dan saat mengakhiri masa jabatannya menorehkan sejarah yang indah untuk negara ini.

Rabu, 03 Maret 2010

Kenangan

Mulai kubuka kembali ingatanku yang mulai usang, penuh dengan kenangan. Kampungku yang dingin menyimpan banyak kenangan yang tak kan pernah beku. Tentang keluargaku, masa kecilku, tetanggaku sampai teman masa kecilku.

Polah tingkah bocah kecil yang masih senang bermain dengan kenakalan – kenakalannya yang suka menggangguin temannya atau saat berebut gambar – gambar buah yang mengharuskan digantungkan pada papan sebagai tanda absen, dan saat lomba paduan suara di kabupaten, entah lagu apa yang dulu pernah kami nyanyikan aku sudah lupa, sedikit yang kuingat rok pendek warna hitam dengan atasan pendek warna kuning kecokelatan (seperti batik) dengan dasi kupu – kupu warna hitam dan topi warna senada dengan kemejanya seragam kami waktu itu. Menjadi kisah tak terlupakan saat masih di TK dulu.

Tak banyak teman satu sekolahku, maklum sekolah TK tak populer di kampung saat itu. Hanya kami berdua dilingkungan tempat tinggalku, teman masa kecilku, kami masih keluarga biarpun dulu banyak masalah dikeluarga kami. Umur kami hanya beda satu tahun, sejak kecil kami tumbuh bersama, bermain bersama, bersekolah bersama, terkadang kami bandel juga bersama. Suatu hari kami disuruh bawa makan kesekolah, tapi hanya kami berdua yang lupa tak membawa.

***********

Ruangan yang cukup luas dengan bangku – bangku dari kayu disusun berjajar lima dan sebuah papan tulis hitam yang bersebelahan dengan WC yang kotor dan bau, kelas pertamaku di SD.
Bangunan keseluruhan berbentuk L dengan halaman tanah liat yang luas dan becek saat hujan. Pohon beringin yang besar ada di depan kantor guru, dibawahnya tempat kami menyanyi saat upacara. Tempat favoritku taman kecil diujung, tempat kami berkumpul sambil menghafalkan nama – nama Menteri zaman orde baru. Di sebelah lapangan ada satu rumah yang dulu ditempati salah satu guru kami dan tempat dimana saat istirahat jam pertama kami menonton film Ramayana dengan berdesak – desakan.
Sudah lama aku tak melihatnya, 10 tahun lebih, semua pasti sudah berubah, semoga lapangan becek itu sudah tidak ada.
Sekolah SD dikampung sebelah yang tak diunggulkan, muridnya sebagian besar anak petani yang tak bersepatu ke sekolah dan tas plastik hitam untuk membawa bukunya yang ujung menggulung. Banyak orang menyebutnya SD ”Setro” dan banyak orang pula yang menganggap SD yang tak berkualitas, dan aku selalu sakit hati dengan itu.
Agak jauh sekolahku dari rumah, harus melewati ladang – ladang yang sepi dengan jalan batu yang kasar dan menyebrangi jembatan bambu.

Menjadi kenangaan saat kami biasa bermain engklek atau ditempatku biasa disebut ”Gaco”, bermain karet atau kelereng yang mungkin saat ini sudah tak populer lagi. Atau saat berkumpul di depan peta besar untuk mencari nama – nama kota atau mencari letak gunung ibu. Latihan SKJ, membuat tandu untuk persiapan kemah, latihan gerak jalan dan drama untuk lomba di kecamatan.

Ada 35 teman sekelasku sampai kami tamat, yang sempat kutulis kembali nama – namanya di diaryku untuk mengingatkannya. Sebagian masih ada dikampung sebagian lagi entah kemana. Ada yang sudah berkeluarga, ada yang belum dan ada yang sudah tiada.

Terakhir berkaitan dengan WC yang bau, akan selalu kukenangan saat kami dihukum guru olah raga untuk membersihkan WC dan kami berolok – olok karena hal itu.

Kenangan selalu menjadi kenangan yang tak akan pernah terlupa.

Senin, 22 Februari 2010

Bored

Satu, dua, tiga hari terlalui tak terasa seminggu telah berganti. Game - game membuat sakit mata, berganti winamp dengan hanya delapan lagu yang selalu berputar berulang - ulang, Perfect dari Simple Plan, Mimpnya Anggun, Kenanglah Aku dari Naff, Simphony Yang Indah Once, 21 Guns Green Day, When Yu`re Gone Avril, Sinar Jangan Menangis Carly ST 12, dan Slank Ku Tak Biasa. Entah sudah berapa kali lagu - lagu itu berputar. dan entah kenapa hanya lagu itu yang ku sukai biarpun lagu - lagu lain banyak tersimpan dihardisk.

Rungan ini semakin dingin, sejak kemarin AC tak kumatikan, ditambah mendung dan hujan gerimis yang terus mengguyur sejak tadi malam. Sesekali ada orang datang mengatar surat atau tukang koran yang datang tak beraturan.

Telepon berdering, mengingatkan tagihan internet bulan ini yang belum "sempat" terbayar,  tak berselang lama big friend absen untuk hari ini.

Janji sore ini ketemu orang, tapi sudah sampai jam setengah empat belum ada datang. Ini sudah biasa, aku sudah tahu, tapi karena urgent aku mau bilang apa biar ditelepon seratus kali sehari tak akan terealisasi. Aku benci ini, aku merasa bersalah kenapa tak dari dulu ini terselesaikan. Bukan bermaksud mengabaikan tapi lebih karena interent yang tak jalan komunikasinya. Sekarang saat semua sudah hampir basi, baru dipertanyakan realisasinya. Boring, hari ini masih bisa berjalan seperti biasa, bulan depan dan selanjutnya tinggal gigit jari.

Konsistensi dan loyalitas pribadi menjadi sesuatu yang mahal dan perlu dipertanyakan. Teori dan bualan tak berjarak jauh, teori hanya bisa menjadi angan - angan saat semua itu tak ada relisasinya. Eksistensi perlu dibangun bersama diatas kesadaran dan kesepakatan serta ketaatan untuk melakukannya. Selebihnya hanya sebuah bualan dan hayalan yang menjadikannya mimpi buruk. Penampilan terkadang sering menipu pandangan mata, tak selamanya yang berpenampilan "necis" berpikir optimis dan positif serta penuh dengan inisiatif - inisiatif. Pengetahuan bisa diisi dalam otak tapi untuk mereka yang mau, tapi kemauan biasanya tak sesuai jalan dengan keinginan.

Kehidupan sering pasang surut, terkadang aku sering takut untuk mengambil keputusan, takut itu salah jalan dan arah. Biarpun itu sudah diniati. Aku baru saja mendengar kisah disaat keputusan sudah terlanjur diambil bukan lagi baru dipikirkan, ada rasa sesal sesaat, biarpun akhirnya tumbuh lagi semangat baru dari keputusan itu karena yang lalu sudah terlanjur terjadi dan sudah tak bisa lagi kembali kesitu sedangkan hidup harus selalu berjalan. Memang benar penyesalan selalu datang belakangan.

Palangka, 22 Feb 2010

Kamis, 18 Februari 2010

Congratulations Baby Valentin

Masih teringat jelas saat dulu kita sering bersama. Ngumpul bareng di tempatmu atau jalan - jalan dan nonton bareng. Kosmu menjadi bestcamp kita setiap hari, tempat kita ngumpul bareng, sekedar untuk ngrumpi sambil nonton tv atau ngerjakan tugas dan skripsi.

Terkadang kita juga sering tidur ditempatmu. Kucingmu yang "ANEH" menjadi bahan mainan dan bercandaan kita.

Tapi itu sudah dua tahun yang lalu dan sekarang semuanya telah berubah. Bukan hanya status yang berubah tapi keadaan dan jarak juga telah memisahkan kita.

Masih ada satu keinginan dan impianku. Jika suatu hari nanti aku ingin mengulang memorial kita seperti dulu, ngumpul bareng, jalan bareng dan Nobar. Walaupun harus ku mengerti tak mungkin sama seperti dulu.

Kemarin saat aku terima sms darimu, membuat aku sedikit terkejut dan terharu. Dulu kita sering bersama saat - saat sulit, tapi sekarang saat kamu berjuang hidup mati aku tak tahu.
Dua tahun cepat berubah, sekarang kamu sudah memiliki peri kecil yang melengkapi kebahagian hatimu. Jujur aku tak mengharapkan secepat itu, bukan karena aku iri, tapi aku masih ingin punya kesempatan untuk jalan bareng seperti dulu, tanpa diganggu rewelannya babymu atau salah - salah aku bisa dikirain orang menjadi baby sistermu.

Maafkan kalau aku terlalu egois.

Jikalau kita punya kesempatan untuk jalan bareng lagi tolong anakmu dtiitipkan sama bapaknya ya......

Tapi di atas semua itu, aku turut bahagia atas kelahiran putri kecilmu. semoga bisa melengkapi kebahagian keluarga kecilmu dan baby mu menjadi anak yang solehah dan menjadi kebanggaan kamu dan keluargamu.

Senin, 08 Februari 2010

Bocah Kecil

Bocah kecil berkulit hitam manis, berambut pendek sebahu, berponi tipis dan membawal tas berwarna hijau muda, usianya sekitar sepuluh tahun tak lebih. Kelihatannya bukan anak jalanan, pakainanya pun rapi. Dua hari ini selalu kutemui di halte saat pulang.

Anaknya pun sopan.

”Termisi tante”
”Mama, saya sedang sakit, trus tidak punya uang buat beli obat”
”Tante bisa ga pinjamin uang??”, katanya datar.

Sesampai dirumah masih terbayang  wajahnya yang penuh keringat, biar begitu tak tampak rasa menyerah di raut mukanya.

Awalnya tak terlalu ku hiraukan kehadirannya. Tapi setelah dua hari berturut – turut terpikiran juga.
Terbayang oleh ku suatu reality show di TV yang mencari orang yang mau membantu dan dapat uang.
Ah....mungkin aku terlalu terillusi dari acara TV, toh...juga bukan.
Batin ku berguman, kenapa sakit ga ke puskesmas aja toh juga ga bayar???
Aku memang tak sampai hati menanyakan itu, melihat wajahnya yang polos.

Kenapa sampai hati ibunya (orang tuanya) menyuruh anaknya yang seharusnya bisa belajar dan bermain untuk meminta – minta di pinggir jalan biarpun dengan segala keterbatasan orang tuanya.

Masih teringat, gadis – gadis kecil yang dulu suka minta – minta dikampus. Hampir tiap hari dia datang, kalau tidak pagi ya sore atau kadang bisa dua kali sehari. Suatu hari kami melihatnya membeli baju di Mall.

Aku tak bisa memahami pola pikirnya, hanya bisa menerka, mungkin dia juga ingin mengikuti trend baju para selebritis yang dilihatnya di TV.  Mereka tak bisa disalahkan biarpun itu membuat sebagian orang tidak nyaman. Hasrat alamiah untuk selalu mengisi perut dan tampil modis. Kalaupun dia harus meminta – minta, karena memang belum sepantasnya dia bekerja. Yang disayangkan adalah orang yang membuat, mengajari, menyuruh mereka untuk menjadi peminta – minta. Mungkin ini karena mereka belum terlalu ”besar” disuruh meminta – minta, akan lebih menyedihkan kalau setelah dewasa mereka disuruh menjadi ”PSK”.

Aku akan selalu berpendapat, masih ada pekerjaan yang lebih baik dari pada menjadi peminta – minta, biarpun itu menjadi pemulung sampah. Dan aku berpendapat, biarpun keterbatasan keluarga karena kemiskinan akan lebih baik kalau anak mereka diajari memulung dari pada menjadi peminta – minta, menjajakan koran atau menjual cobek. Itu bisa menjadi bekal kemandirian kelak saat mereka dewasa.


Sangat tidak adil, jika anak – anak kecil disuruh bekerja sedangkan orang tuanya menggantungkan hidupnya dari anaknya.  Hak dari anak – anak untuk mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari orang tuanya selain juga  pelajaran yang baik. Alasan kemiskinan dan keadaan untuk mengekploitasi anak untuk bekerja sangat tak dimasuk akal. Toh....anak – anak juga tak minta dibuat ataupun dilahirkan. Kalau memang tak sanggup secara ekonomi, mungkin sebaiknya STOP membuat anak.

Tiga juta anak – anak yang sudah terlanjur menjadi anak jalanan yang perlu menjadi perhatian, terutama masalah pendidikannya.  Aku bisa bayangkan sulit untuk bisa merubah/mengatur 3 juta anak, apalagi yang telah hidup dijalanan. Pola pikirnya yang sudah terlanjur terbentuk, akan susah untuk merubahnya. Pikirnya yang ingin ”bebas”, tetapi mereka tak mau tahu bahwa kehidupan jalanan akan mendekatkan mereka pada sindikat penjualan anak (trafcking), kurir narkoba, sampai kekerasan seksual.

Kasus Century yang terus bergulir, dimana negara harus mengeluarkan 6,7 trilyun untuk menyelamatkan bank, padahal uangnya sendiri di "rampok" oleh pemiliknya sendiri, yang notabene seorang konglomerat atau uang milyaran rupiah untuk mobil - mobil baru para pejabat negara. Jika uang sebanyak itu dipake untuk membuat rusun atau untuk pendidikan anak - anak jalanan, berapa banyak gelandangan yang bisa ditampung dan berapa banyak anak - anak bisa bersekolah dengan layak. Tapi itulah negaraku tercinta, pejabatku yang katanya abdi masyarakat, tak punya skala prioritas yang lebih utama.


Palangka, 4 Februari 2010

Jumat, 29 Januari 2010

Titik Hujan

Hujan telah turun sejak mata belum terbuka, lebatnya hujan membuat suara gaduh diluar jendela. Dingin pagi menusuk tulang, mata masih enggan terbuka dan tubuh ini masih menikmati hangatnya selimuti dan guling.

Ah….hujan ini akan sedikit menghambat aktifitas di hari ini.

Tak terdengar suara mesin cuci yang biasa setiap pagi bergetar.
“Tak ada tempat jemuran lagi, apalagi yang kemarin belum kering”, kata ibu – ibu.

Tukang sayur berteduh, tapi ada juga yang nekat menerjang badai dengan pakaian yang sedikit aneh. Kasihan sayur – sayurnya pada rusak.

Hujan membuat jalan pasar itu becek, membuat orang malas kepasar, kecuali para pedagang dan kuli panggul yang selalu berharap hujan tak lama – lama dan bisa cepat berhenti.

Hujan membuat jalan di seberang kantor tergenang. Bapak – bapak dan Ibu – ibu pada telat semua kekantor. Mungkin masih asik dengan mimpi masing – masing.

Ah.....hujan membuat anak – anak telat ke sekolah. Hujan membuat mereka harus memakai mantel dan membawa payung, tapi sayang baju mereka tetap basah. Hujan menghambat mereka untuk bermain di lapangan, karena dari rumah ibu mereka sudah berpesan “jangan main – main hujan ya.....nanti sakit”, padahal batin mereka ingin berlari di tengah hujan lebat, kalau pun nekat guru mereka pasti akan berteriak juga, ”jangan main – main hujan, bikin becek….!!!”.

Tapi hujan……
Dapat menumbuhkan satu biji kecil menjadi pohon yang besar dan rindang.
Hujan dapat menghijaukan hamparan sawah yang irigasinya kering. Hujan bisa membuat ilalang tumbuh lagi dengan subur dan berbunga putih bagaikan salju.
Tapi hujan dapat mengairkan sungai kecil di belakang rumah yang sudah lama kering, tempat dimana aku kecil suka bermain.

Tapi hujan......belum mau berhenti dan membawa ku dalam mimpi dan kenangan.

Palangka, 27 Januari 2010.

Sabtu, 23 Januari 2010

Oleh-Oleh dari Sampit

Lima jam perjalanan Palangka Raya – Sampit, sangat melelahkan. Hujan deras yang mengguyur sejak awal perjalanan terasa semakin lama, membuat jalan menjadi licin dan sulit. Untuk pertama kalinya aku ke Sampit, Kotawaringin Timur. Dari Palangka Raya – Kasongan, Katingan, sekitar 2 jam lebih, karena itu aku tak bisa memejamkan mata, hal yang baru untuk melihat pemandangan sepanjang perjalanan. Pemandangannya tak berbeda jauh dengan jalan – jalan di derah Kalimantan lainya yang pernah aku kunjungi, hanya ada ilalang dan pepohonan perdu yang terlihat.

Jalan menuju Kasongan ’lumayan”, kalaupun ada lubang disana sini masih bisa memperlancar perjalanan. Dari semua itu yang paling mentyedihkan malah kota Kasongan sendiri. Sebagai ibu kota kabupaten Katingan, kota Kasongan sangat tak teratur, aku hisa bilang lebih bagus kota Kecamatan di daerah asalku di Jawa. Jalan dikota Kasongan sendiri banyak berlubang yang menjadi danau saat hujan. Entalah mungkin karena aku hanya lewat saja tak melihat langsunh tengah kotanya.

Kasongan – Sampit ditempuh sekitar 3 jam, karena jalan licin dan hijan deras. Ada pengalaman yang menarik, saat melalui daerah Kereng Pangi, jalannya sempit dan berluang, lebar jalan kurang lebih sama dengan jalanan di desa asalku, malah lebih baik mungkin. Waktu melewati jalanan yang sempit, mobil yang kami tumpangi di belakang truk trailer yang membawa alat berat. Karena jalan yang sempit dan truk yang lebar sangat memakan badan jalan, mobil tak bisa memdahului,bahkan untuk bersisihan dengan mobil lain, mobil lain harus keluar badan jalan. Lain lagi ceritanya saat bersisihan dengan truk muatan, salah satu harus berhenti, karena ujan yang mengguyur membuat tanah dipinggir badan jalan menjadi becek dan rawan amblas.

Mamasuki Kabupaten Kotim (Kotawaringin Timur), jalanan sudah banyak mulus dan lebih lebar, jauh dibandingkan dengan jalan yang kami lalui sebelumnya (Kabupaten Katingan). Ini sangat menggambarkan adanya kesenjangan pembangunan daerah, mungkin faktornya karena besaran PAD yang diterima daerah. Kotim sebagai salah satu daerah di Kalimantan Tengah yang perekonomianya maju, karena banyak perkebunan didaerah Kotim dan ada akses untuk langsung ke pulau Jawa baik melalui kapal maupun pesawat.

Sebelum memasuki kota Sampit melewati suatu tempat keramaian, namanya daerah Cempaga, ternyata ada relly yang sedang diadakan disitu untuk memperingati HUT Kalteng yang ke-52 tahun. Satu tempat yang aku melewati dan yang pengen sekali aku lihat yaitu gunung batu, menurut cerita disitu salah satu mantan gubernur Kalteng sering bersemedi, tapi sayang karena hujan deras dan kabut aku tak bisa melihatnya.

Mamasuki kota Sampit yang merupakan ibu kota Kotim, membuat aku sedikit terkejut dan heran, pasalnya koata Sampit menurutku jauh lebih ramai dari Palangka Raya yang merupakan ibu kota Propinsi. Kotanya pun lebih bagus dan rapi. Satu hal yang membuatku heran, saat melewati gedung bertingkat yang kelihatan asri, didepan gedung tertulis Bank Indonesia. Baru saat itu aku melihat di kota kabupaten terdapat perwakilan BI, gedungnya pu menurutku lebih bagus dibandingkan gedung BI di Jalan Diponegoro Palangka Raya. Setelah aku tanya-tanya, ternyata dulu perwakilan BI ada di Sampit, Kotim. Bahkan katanya sebelum ada Bank BCA di Palangka Raya, di kota Sampit sudah ada terlebih dahulu. Satu lagi yang secara kasar bisa aku bandingkan antara kota Sampit – Palangka Raya, yaitu keberadaan hotel. Baru memasuki kota sampit (pinggiran kota Sampit) sudah terdapat hotel yang lumayan bagus, kalau tak salah namanya Hotel Wella (menurutku sekelas hotel Senyiur di Samarinda). Satu lagi hotel yang representatif yaitu Hotel Idola. Aku bisa bilang begitu karena hotel itu tujuan kami (sebelum kami ke Sampit, beberapa hari sebelumnya ada band papan atas Indonesia yang juga menginap disitu). Hotel Idola denga lima lantai tidak beda jauh dengan hotel Grand Victoria di Samarinda, walau aku tak tahu masuk hotel berbintang atau tidak.

Palangka Raya sebagai ibu kota propinsi Kalimantan Tengah, saat ini memang ada hotel bintang 4, tetapi baru dibuka beberapa hari sesudah kami dari kota Sampit. Sebelumnya ada Hotel Dandang Tingang dan Hotel Batu Suli yang paling bagus , itupun sekelas hotel melati. Dulu sewaktu Bapak Sofjan Wanandi, pemilik group Gemala dan Ketua Umum APINDO pusat, datang ke kota Plangka Raya dan menginap di Hotel Dandang Tingang, bilang kemapa hotelnya seperti ”asrama Mahasiswa”, karena itu Bapak Sofjan membangun hotel di Palangaka Raya (saat ini dalam proses pembangunan).

Melihat langsung kota sampit dan membandingkan dengan koa Palangka Raya, jelas terlihat geliat perekonomian yang lebih maju di Sampit. Banyaknya perusahaan perkebunan besar (Kelapa Sawit) sangat mempengaruhi percepatan pembangunan di Kotim. Kondisi keamana yang sekarang lebih kondusif di Kotim menjadi motor penggerak investasi di kota tersebut. Kerusuhan masal yang berbau SARA beberapa tahun silam, pernah membuat sagnasi perekonomian kabupaten Kotim. Setelah semuanya kondusif manjadikan Kotim sebagai salah satu daerah yang maju di Kalimantan Tengah.

Kalimantan Tengah merupan propinsi yang memiliki petensi SDA yang besar, dari mulai bahan galian (batu bara), kehutanan dan perkabunan, seharunya bisa membuat daerah ini maju dan makmur, tapi kenyataannya tak begitu. Sebagai salah satu penghasil batu bara dan pemasok batu bara ke Jawa harusnya tak ada krisis listrik di Kalteng ataupun di pulau Kalimantan pada umumnya. Tapi kenyataanya masalah listrik masih sangat memperhatinkan, dan menghambat laju perekomonian di Kalimantan Tengah.

Kalimantan Tengah sendiripun untuk listrik masih menginduk ke Banjarmasin sebagai propinsi tetangga. Sudah seharusnya Kalteng memiliki pembangkit sendiri untuk mengiatkan perekonomian Kalteng, khususnya sektor industri manufaktur. Saat ini rencana pendirian pembangkit di kabupaten Pulang Pisau pun juga tak jelas nasibnya.

Kapan Kalteng bisa maju, seperti propinsi di pulau Jawa?? Obrolan itu muncul saat kami ada dalam mobil. Salah satu temen di mobil bilang, 50 tahun mendatang, padahal sekarang usia propinsi Kalteng sudah 54 tahun. Jika harus menunggu 50 tahun, mungkin aku sudah tak bisa melihatnya.

Suatu hari aku pernah chating dengan salah satu temen lamaku yang sekarang kerja di PLN di Jakarta , aku menanyakan pada dia, kenapa di Palangka Raya sering mati lampu??? (dengan nada bercanda dan maksudku bisa sharing dengan dia), dia menjawab ”tunggu aja nanti juga hidup” jawabnya sekenanya, yang membuat aku sangat kecewa. Padahal Kalteng penghasil batu bara dan pemasok batu bara ke Jawa, yang lebih penting lagi menurutku dari 3 daerah yang pernah aku singgahi di Pulau Klaimantan, Kalteng paling ”tertinggal”, dalam hal pembangunannya.

Untuk memajukan daerah bukan hal yang mudah memang, perlu waktu, SDM, jaminan investrai untuk para penanam modal. Itu perlu tangung jawab dan kerjasama berbagai pihat, masyarakat&pemerintah, tanpa harus ada yang saling ”mengembosi”

(Perjalanan ke Sampit, 29 Mei 2009)

Senin, 18 Januari 2010

MAFIA

Pak bos ada???
Tanya orang yang tadi pagi datang kekantor. Sudah 2 kali dia datang ke kantor dengan misi yang sama, menanyakan bos. Dan sudah kesekian kalinya aku menjawab dengan jawaban yang sama dan berulang-ulang,
Tidak pak!!!!
Memang keadaanya begitu.
*****

Sejak aku disini, aku belajar untuk hati-hati pada semua orang terutama yang baru ku kenal. Walaupun seharusnya sebagai staf aku harus bisa mempromosikan kepada semua orang untuk bisa bergabung disini.


Sebelumnya jika ada orang yang bertanya tentang bos, aku biasa cerita ceplas - ceplos, mungkin karena bawaan. Sampai suatu ketika ada orang yang katanya mau bisnis tanaman obat dan katanya kenal dengan bos karena satu daerah asal, waktu itu aku sempat kasih nomor bos juga, eee..... temenku bilang
Mba, jangan asal kasih nomor bos kesembarang orang yang belum dikenal, biasanya orang-orang gitu, W***, atau L*** yang minta-minta duit......

Mulai saat itu aku baru tahu, dunia mafia perbisnisan.....
Aku sering dengar calo tiket, Marsus (Makelar Kasus), ternya didunia bisnis juga ada, yang bentuknya serupa tapi tak sama, aku bilang "Mafia Perbisnisan"
*****

Suatu hari aku ngobrol di kantor dengan teman yang kerja di sebuah perusahaan, pas kebetulan waktu itu mau ada kunjungan Presiden, ko` temenku itu dapat telepon diminta bookingkan hotel untuk salah satu pejabat dari daerah.
Apa yang terlintas dipikiranku saat itu????
"Wah, mba ini ternyata kenalannya pejabat-pajabat, hebat juga ya.....Dia masih muda lagi, sudah punya relasi yang luas"
Pada waktu itu aku belum dekat, kebetulan sebelumnya aku memang tidak pernah bersentuhan dengan dunia mafia seperti ini, walaupun untul scala kecil penah juga melihatnya.

Setelah beberapa lama, aku mulai sering ngobrol dengan mbanya.  Wah.....aku baru tahu hal yang baru, yang mengejutkank, dan aku jujur ke mbanya dengan apa yang aku pikirkan saat itu, ternyata suatu yang sangat bertolak belakang.
******
Lain cerita, suatu hari pas kebetulan ada rapat dikantor, ada tamu datang kekantor, lagi-lagi mencari bos. Saat itu kebetulan temenku yang bukakan pintu, jadi aku tak tahu maksud dan tujuannya si tamu, tapi kayanya temenku sudah paham masalah seperti itu, jadi disuruh nunggu saja diruang tamu. Setelah rapat selesai, ko` bos minta dibukakan pintu samping dan pergi lewat situ. Aku baru tahu si tamu adalah orang yang minta sumbangan.
******
Pernah juga aku kena omel bos (Ya maksudnya baik seh...), waktu itu aku pagi-pagi dapat telepon ,
Mba, tolong sampaikan ke Bapak, Bapak X mau bicara penting, nanti tolong hubungin nomor 0812532***, tanpa curiga dan pikir panjang aku langsung telepon bos, karena si penelpon menyatut nama seorang pejabat, karena tidak diangkat aku sms saja bos. Tidak seberapa lama bos langsung telepon,
"Yun, ini siapa yang telepon, nomornya saja nomor jawa. Kalau bapak itu aku punya nomornya, bukan yang ini", bilang bos.
Wah......aku hanya diam tidak bisa jawab deh.....
*******
Aku jadi berpikir, mungkinkah ini wajah dari negaraku tercinta, dibalik dunia yang nyata, ternyata ada wajah gelap (Undergroud), yang mengais uang dari mengiba. Wajah gelap yang sebenarnya ada tapi terlihat atau dibuat abu-abu.
Pengemis mengais rejeki dengan meminta-minta tetapi beda dengan ini, aku tak bilang gerombolan atau kelompok, karena gerombolan itu terorganisi dan dia bukan mencari rejeki, karena rejeki itu dicari dengan jalan yang halal & benar, kalaupun itu hasil mengemis, tapi karena yang mengasih  pun iklas.

Di dunia bisnis, hal seperti itu seakan sudah biasa dan menjadi hal yang wajar, padahal sangat merugikan karwayan dan aku sendiri merasakan hal itu sebagai ketidakadilan. Semua menjadi korelasi, seharusnya apa yang bisa dikasihkan perusahaan untuk hal "intertain" ke "mafia" bisa untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Dari cerita salah satu teman, perusahaan memang mengalokasikan dana untuk "intertain", bahkan kadang besarannya lebih besar dari operasional kantor.
Ini sangat menyedihkan dan ironis sekali dan sudah bukan rahasia umum lagi.

Terlalu banyak prosedur perbisnisan yang harus mengeluarkan biaya intertain besar mulai dari instansi 2P, T, W, L, mungkin masih ada lagi sumbangan lain-lain yang tidak ada tittle nya. Yang ini semua bukan bagian dari CSR perusahaan.


Padahal untuk bisa mengerakkan dunia usaha, harusnya birokrasi yang panjang dan mengeluarkan banyak uang, perizinan misalnya dapat dikurangi. Tapi kelihatannya "mafia perbisnisan" sudah mengakar dan merajalela di negara ini, biarpun masalah penegakan hukum bagian dari program 100 hari kerja presiden.
Tidak heran kalo, pengusaha menjadi penyumbang dalam pemilu legislatif maupun eksekutif.

Kasus Artalita Suryani yang menyuap jaksa Urip menjadi salah satu contoh adanya mafia perbisnisan yang  berkombinasi dengan mafia hukum terungkap dipublik. Yang tak terungkap akan lebih banyak tentunya ini menjadi fenomena gunung es.
Kasus terbaru berkaitan dengan Artalita Suryani, bisa menghuni kamar tahanan bak hotel mewah yang tentunya harus dibelinya dengan uang. Tapi itu menjadi bukti uang bisa mengotrol, pengusaha dengan uang bisa melakukan apa saja untuk memperlanjutkan dan mempermudah bisnisnya, disisi lain jika pengusaha tidak mau mengeluarkan uangnya, bisnisnya juga tidak bisa berjalan.
Waullahualam....

11 Januari 2010



Dimana Kamu Berada????

To. Laila

Tadi Malam saat aku terbangun tengah malam, ada catatan di HP, mengingatkanku, hari ini sahabatku ulang tahun. Ku kirim sms ucapan selamat, tapi tak terkirim sampai pagi ini.

Sudah lama memang, aku tak mendengar kabarnya, aku juga tak berhubungan lagi dengan dia walau lewat sms, seingatku terakhir kali aku telepon dia beberapa bulan yang lalu.

Aku tak pernah tahu kabarnya, sesekali ku dengar kabar dia dari teman-teman.
Kenapa kamu menghilang, marah kah denganku????
Mestinya tidak, karena kita sudah lama tak berjumpa.

Dimana kamu berada, sekarang???
Mungkin kamu masih disana atau telah pindah entah kemana. Terakhir ada yang bilang kamu pelatihan di Surabaya sebulan. Tapi seharusnya kamu sudah kembali????

Biarlah, sekarang aku tak tahu kamu dimana, suatu hari nanti jika kamu melihatnya, aku ucapkan selamat ulang tahun kepadamu hari ini.
Harapanku, kamu panjang umum & sukses selalu.......
Jangan pernah kamu lupakan persahabatan kita.
Miss U Friend

Jumat, 15 Januari 2010

Ah.......kenapa aku selalu payah soal itu????

To. Petty
Saat tadi malam alarm berbunyi......aku bingung mau tulis apa untuk ucapan........aku memang belum menyiapakan kata-kata sebelumnya, bukan karena aku lupa ultahmu, seperti kamu lupa ultahku dulu (hehehe pisssss bu), tapi terus terang saja aku paling payah untuk urusan ucap mengucap, kamu tahu itu. Sampai harus ku habiskan beberapa menit untuk berpikir kata2 yang tepat untuk itu & akhirnya kukirim juga pesan singkat,


Happy B`day sy, moga panjang umur, sehat& tambah sukses selalu.....

********
Hahaha......

Akhirnya hanya kata itu yang bisa aku kirimkan untuk ultahmu tahun ini, standar banget kata2nya.

Yang jelas itu sebuah harapan dari seorang sahabat yang jauh dimata & aku ingin untuk selalu dekat dihati.

*********

Dan di Fb seperti biasa aku akan kirimin shabat2ku dengan lagu

"Happy Birthday" dari The Click Five.

Biarpun ultahmu bukan yang ke-19 seperti lagu itu, tapi akan mengingatkan kita saat diusia2 itu. Saat itu kita masih bersama, mungkin sekitar tahun 2003........kita belum terlalu akrab waktu itu, tapi kamu pasti ingat, saat mengerjakan laporan sampai seharian dirumahku yang dulu atau waktu awal kita bertemu di angkot dan kamu mengajakku mengabil jas almamater, tapi aku tidak mau saat itu.......(Sumpah aku nyesel sekarang lo......hahaha....sok lebai).

Kebersamaan kita dulu tak mungkin hilang dari ingatan & kita tak mungkin lagi kembali kemasa itu. Tapi bukan berarti kita tak mungkin bersama lagi dimasa akan datang. Kebersamaan kita sebagai teman sekaligus saudara akan selalu ada dihati.

Happy B`day .......
Maafkan aku tidak bisa mengasihmu apa-apa, hanya seuntai doa yang terbaik untukmu, kesuksesan selalu menyertaimu, dan kamu menjadi terbaik untuk dirimu sendiri, keluargamu, orang-orang disekitarmu.
Miss U pren......

Selasa, 12 Januari 2010

CAMPURSARI

Dek jaman semono.....
Kukelingan anak lanang....
Biyen tak openi.....
Jur saiki ono ngendi....
Neng gunung tak pakani sego jagung......

Sedikit syair campursari, yang masih ku ingat, itu berjudul "Caping Gunung", baru saja berlalu dari radio.

Semenjak aku tidak tinggal di luar pulau Jawa, campursari menjadi salah satu lagu favoritku. Walaupun aku tak banyak tahu tentang lagu-lagu campursari, setidaknya akusuka mendengarkannya.
Terdengar aneh memang !!! Untuk ukuran jaman sekarang, dimana orang muda lebih menyukai musik-musik pop, RnB atau yang lainnya, walaupun sebenarnya aku sudah tidak muda lagi.

Ada kedamaian yang aku rasakan saat mendengar lagu-lagu jawa dan nuansa jawanya membawa pikiranku terbang jauh ke kampungku di jawa, mengingatkanku saat tetangga sebelah yang kebetulan seorang "waranggono" yang suka memutar lagu jawa dengan keras-keras atau saat ada yang punya hajatan manten dikampung.

Anehnya, saat di jawa lebih sering cuek atau gerutu saat dengar tetangga atau bapakku mendengarkan lagu-lagu campursari.

Sekitar tahun 90 an, saat aku masih SD, pernah ada shooting campursari di hutan Perhutani dekat rumah, untuk mengisi acara di TVRI. Jaman itu sudah jelas shooting merupakan hal baru khususnya di kampungku dan sekitarnya.
Yang kuingat saat itu, yang menonton Masya Allah banyaknya, sampai desakan-desakan. Biarpun begitu antusian penonton tetap  luar biasa.

Beberapa lalu, lagu-lagu campursari memang sempat menjadi fenomena dibelantikan musik Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Bak cendawan  dimusim hujan, group-group campursari tumbuh dimana-mana termasuk juga dikampungku, bukan hanya mengusung lagu-lagu campursari saja, bahkan jenis-jenis kesenian lain juga terkena "wabah" campursari, hingga lahir ketoprak campursari, jatilan campursari dan satu lagi pergelaran wayang kulit pun sudah didominasi dengan campursari, seperti yang pernah dikeluhkan Si Mbahku.


Sejak dulu aku memang tidak suka dengan acara-acara perayaan atau hiburan rame-rame dikampung yang berbau dangdut dan tradisional. Sebagai anak ABG waktu itu, aku mikir itu gengsi dan kampungan, aku lebih memilih nonton acara di TV dari pada melihat pergelaran campursari, biarpun sekarang kebalikannya.

Beberapa tahun kemudian, aku akhirnya melihat juga campursari dirumah tetanggaku. Mungkin itu yang pertama dan yang terakhir (sampai saat ini) aku lihat secara live, biarpun sering juga ada pertunjukan campursari dikampung.
Aku haran, ternyata apa yang aku bayangkan dengan yang aku lihat saat itu sangat jauh beda. Bayanganku campurasi identik dengan khasanan kesenian jawa yang adiluhung biarpun musiknya ada percampuran unsur moderen. Dimana penyanyinya memakai adat jawa, seperti Didi Kempot atau Waljanah yang pernah aku lihat di TV. Tapi kenyataanya, penyanyi campursari malah menggunakan gaun yang terbuka dan lebih menonjolkan sensualitas dan goyangan, lebih pasnya disebut penyanyi dangdut mungkin. Yang nonton juga kebanyakan anak-anak muda.

Aku kira, campursari sebagai salah satu kekayaan budaya jawa yang memiliki nilai keselarasan yang apik karena merupakan perpaduan musik jawa dan musik moderen sebagai upaya untuk melestarikan kebudayaan jawa khususnya lagu-lagu jawa, mengingat adanya pergeseran pola pikir dan selera anak muda jaman sekarang (seperti aku dulu). Namun sangat disayangkan kalau pada akhirnya pertunjukan campursari hanya menjadi ajang pamer sensualitas dan goyangan penyanyinya. Terlebih penontonnya yang kebanyakan anak muda sering membuat kekacauan.

Untuk saat ini, eksitensi musik campursari sudah tak seperti dulu lagi. Musik campursari mulai kalah bersaing dengan musik jaman sekarang. Banyak musisi campursari mengatakan bahwa jenis musik ini mengalami stagnasi. Disisi lain, para pemerhati menyayangkan adanya gejala para musisi campursari yang selama ini mengabaikan nilai-nilai keadiluhungan dan ruh campursari. Nilai-nilai keadiluhungan campursari sebagai kreasi yang berangkat dari seni tradisi (Jawa), di antaranya dari pola sajian musik, pola garap serta kostum para musisi maupun penyanyi, perlu dipertahankan.

Yang jelas sekarang, campursari menjadi obat rasa kangen dengan kampung halamanku.

(berbagai sumber)

Palangka, 12 Jan 10

Jumat, 08 Januari 2010

Karena Orang Tuaku Mengajarkan Itu????

Dari kecil aku selalu kecewa dan sedih jika ada orang atau temen-temenku yang bertanya,
”Kenapa kamu sekolah jauh-jauh???
Kenapa kamu ga minta ini dan itu ma orang tuamu, kan kamu anak tunggal, duit ortumu buat apa???

Aku sangat benci dengan pertanyaan itu. Aku tak mungkin menjelaskan pada semua orang tentang ini dan itu. Bahkan sampai tes interview saja ditanya seperti itu. Kenapa banyak orang menganggap jadi anak tunggal itu enak, bisa minta ini dan itu, padahal menurutku sebagai anak tunggal aku memiliki tanggung jawab yang besar, dan sendiri untuk menjaga orang tua. Mungkin banyak orang yang tidak pernah didik berdemokrasi dalam keluarganya.

Sebenarnya bisa saja aku minta dibelikan ini dan minta itu, apalagi waktu kuliah yang jauh dari orangtua. Tapi aku tak akan lakukan itu karena orang tuaku selalu mengajarkan untuk sederhana dan aku terbiasa seperti itu. Ibu dan Bapakku selalu terbuka, tentang masalah keluarga kami sampai masalah uang sekalipun, sehingga aku tahu kemampuan orang tuaku.

Aku berusaha selalu tegar dan sabar karena orangtuaku mencontohkan itu padaku. Dulu sewaktu aku berangkat pertama kali ke Kalimantan, banyak tetanggaku menangis, tapi Ibu ku tidak, walapun aku tahu sedih juga didalam hatinya.

Bertahun-tahun Ibuku pernah sakit, tapi tetap sabar dan itu aku tahu tentang kesabaran.

Orang tuaku selalu mengajarkan untuk selalu mengahargai dan ramah pada orang lain. Walaupun kadang aku malas, tapi Ibuku tak bosan-bosannya selalu mengingatkan untuk bisa bertegur sapa atau setidaknya senyem pada tetangga.

Orang tuaku selalu mengajarkan untuk bekerja keras. Sejak kecil aku selalu diajak Ibuku untuk menggendong kayu dari kebun atau ikut memupuk ke sawah. Walapun tidak tiap hari, tapi aku tahu betapa keras orang tuaku untuk bisa menyambung hidup.

Biarpun aku perempuan, tapi Bapakku tak pernah mengajariku untuk menjadi lemah. Aku selalu dibangunkan malam untuk menonton bola, atau diajak untuk memperbaiki mobil.

Orang tuaku selalu mengajarkanku untuk selalu mengenal dan menjaga sillaturahmi dengan keluarga. Setiap bulan Ramadhan tiba, berjiarah kemakan leluhur wajib hukumnya untuk diikuti, demikian pula saat lebaran tiba, berkunjung kesanak famili harus ikut, biarpun kadang aku malu.

Orangtuaku mengajarkan berbagai hal, agar aku siap untuk hidup di masyarakat yang plural. Orang tuaku selalu mengajarkan aku untuk berbagi, jika aku punya. Orang tuaku mencontahkan yang baik agar aku tahu mana yang baik dan yang tidak. Dan orang tuaku telah mengajarkan hal yang baik tentunya agar aku bisa sukses.

Orangtuaku selalu mengharapkan anaknya bisa berpendidikan biarpun, orang tuanya tidak sekolah.

Aku sangat beruntung lahir dari keluarga yang sederana dan demokratis. Aku sangat beruntung orangtuaku memberikan dukungan penuh untuk anaknya.

Aku pernah melihat, potongan koran lusuh yang ditempel di kulkas di rumah omku. Gambarnya dua anak kecil yang satu memikul kayu dan satu lagi membawa rumput dikepalanya. Dibawah gambar ada tulisan tangan, ” Masa Kecilku”.
Aku jadi tahu, itu menjadi sarana omku untuk mengingatkan masa kecilnya dan juga mengajarkan/mengenalkan pada anaknya tentang perjuangan orang tuanya. Dan mungkin juga berharap agar anaknya bisa menghargai perjuangan ayahnya agar dia tidak sombong.

Pastinya orang tuaku juga berharap demikian, setidaknya agar anak cucunya nanti bisa menghargai apa yang telah dilakukan moyangnya untuk menyambung satu generasi.

Dan aku menyadari tanggung jawabku sebagai anak. Aku yang harus menjaga nama baik dan kehormatan orang tuaku, dan menyayangi hingga akhir hayatnya, sebagai mana orang tuaku menjaga dan menyayangiku sewaktu kecil. Biarpun orang tuaku tak pernah meminta imbal balik pada anaknya, atas semua yang telah diperjuangkan.

Suatu hari, ibuku pernah bilang ke bapakku :
”Makannya seadanya jangan minta yang aneh-aneh, biar nanti terbiasa kalo ikutnya anaknya”.
Mendengar, guyonan itu aku hanya bisa tersenyum, setelah apa yang dia perjuangkan untuk anaknya, tak sedikitpun berharap imbalan dan menyusahkan anaknnya.

Ya Allah jagalah Dia dan balaslah apa yang telah dia perjuangkan.

Bapak Ibu, maafkan aku belum bisa membanggakanmu.

Palangka, 6 Jan 2010.

Sabtu, 02 Januari 2010

Penjual Minyak

Membaca catatan teman siang tadi menjadi inspirasiku untuk menulis hal serupa dan mengingat tentang sepanggal pengalaman dan perjalan hidup yang tak pernah diduga.

Aku sadari apa yang terjadi merupakan takdir dari Tuhan yang tak mungkin manusia bisa menolaknya. Begitu pula dengan Dia. Lahir sebagai anak peremupuan dan pertama dari seorang istri pertama (ada istri k2 dan ke 3), mungkin tak pernah diinginkan, tapi tak pernah menyesal biarpun itu tak nyata.
Mbah Ukar biasa orang menyebutnya. Mbah dari bahasa Jawa yang artinya nenek atau kakek, dan Ukar adalah nama anaknya yang pertama. ( Sebuah kebiasaan dikampungku, nama anak pertama menjadi nama panggilan bapak atau ibunya.

Sebenarnya dia dilahirkan dari keluarga yang bisa dibilang terpandang dikampung. Bapaknya seorang guru SR, yang pasti tak banyak orang bisa pada jamannya. Namun karena bapaknya dan ibunya cerai dan masing-masing kawin lagi, sehingga dia ditipkan ke kaka dari ibunya, yang kebetulan juga memiliki anak yang cukup banyak. Namun aku tak mau berkomentar lebih jauh tentang hal itu.

Menikah diusia muda dan bekerja keras dengan berjualan minyak tanah dijalininya. Dulu dia sering bercerita untuk mendapatkan minyak yang harus berjalan berkilo-kilo meter karena letak kampungku yang jauh dari kota dan tak ada angkutan untuk menjangkaunya. Namun tak pernah menyurutkan langkahnya. Karena usahanya, lambat laun usahanya mulai berkembang, tidak hanya minyak tanah yang dijual tapi juga kebutuhan pokok.

Dari usahanya bisa punya kuda yang tentunya istimewa, karena tak banyak bisa membelinya dan untuk berjualan kepasar tak lagi berjalan kaki, ada sepeda yang membantunya. Dia berjualan dipasar dekat rumah, setiap hari pasaran jawa.
Aku juga pernah ikut berjualan di pasar, saat liburan. Sebungkus tepo (lontong), atau jenang (bubur) dan opak (krupuk, sebagai hadiahnya aku ikut membantu. Walaupun tak ikutpun aku selalu dapat jajan itu jika pulang dari pasar. Bahkan sampai aku sudah mahasiswa pun, kalo pulang jajan dari pasar itu tak pernah ketinggalan.

Kebun dan tanah yang luas, bukti dari kemakmuran yang didapatnya karena kerja kerasnya waktu muda dan selalu dibanggakan itu sebagai jerih payahnya sendiri, tanpa ada gono gini (warisan) dari orang tuanya.

Kebanggaannya bisa menyekolahkan ke-2 putranya dari 3 anaknya sampai keperguruan tinggi yang tak banyakorang kampung bisa. Seperti kebanyakan orang desa yang berpendidikan rendah dan berpikiran sederhana, prinsip hidupnya pun hanya bisa menyekolahkan anaknya biarpun orangtuanya bodoh.
Satu cerita yang aku ingat untuk membayar uang sekolah yang pada waktu itu sebesar Rp. 9.000,-, dijualnya anak sapi yang masih ada diperut induknya.

Mbah Ukar, seorang wanita desa dan istri dari seorang suami yang keras. Biasa dimaklumi sebagai manuasia yang dilahirkan dijaman Belanda, sekte feodal masih lekat, selalu mengabdi dan menurut pada suami, walaupan kadang tak masuk akal. Sebenarnya dalam hatinya ingin menolak tapi pada ujung-ujungnya akan iya.
Seorang istri yang selalu mengabdi untuk keluargnya, mengurus suami dan ke 3 putranya sambil bekerja untuk mengakat ekonomi keluarga.

Dimasa menjelang senjanya Mbah Ukar bisa menikmati dari usahanya disaat muda. Jualannya tak bisa seperti dulu, persaingan sudah tak bisa dilakukannya lagi, karena usianya yang sudah tak muda lagi dan penyakit hipertensi yang sering menggrogoti. Masa senjanya dihabiskan dengan berkebun walaupun hasilnya tak seberapa tapi cukup untuk makan dan menyenangkan hatinya. Tiap hari bisa kepasar untuk berjualan hasil kebun sendiri.

Mbah Ukar menutup semuanya disuatu pagi yang tragis. Saat puasa hari ke-7 akan selalu ku ingat dan kukenang. Kami telah menikmati usahanya, satu pesan yang kuingat "Tak semua orang sama dan berpikiran baik untuk kita biarpun itu namanya keluarga sendiri.

Semua menjadi kenangan sekarang dan nanti.

Palangka, 31 Des 09.

MUSAFIR


Panas udara membuat baju ini basah. Ku langkahkan kaki diatas trotoar yang panas, diantara lalu lalang kendaraan bermotor. Tak tahu sudah bentuk muka ini. Aku baru merasakan menjadi seorang musafir yang tanpa arah, tak ada tempat berlindung yang aman dan nyaman untuk berlindung dari sengatan panas matahari sekalipun.

Tujuanku cuma satu, "Rumah Allah" di ujung jalan. Tempat yang selalu tersedia dan bebas untuk siapa saja, terutama untuk para musafir sepertiku, tanpa diminta pungutan untuk singgah disana.

Lantai teras kecoklatan, ku rasakan dingin diujung-ujung kaki. Ku bersandar pada tembok diujung teras. Tak ada satu pun orang yang peduli, hanya sesekali ada orang yang melihat penuh tanya.
Diujung teras ini kurasakan semilir angin, mengusir lelah seharian ini.

Hari ini ku temui 2 orang, satu menatap penuh curiga dan tak ramah sama sekali (mungkin bagian dari trik dan intrik) membuat aku tanya nyaman). Seorang lagi penuh semangat dan kemudian kecewa.
Bagiku apa yang telah terjadi, bagian dari perjalanan hidup yang perlu dimaknai dan tak perlu disesali, bila itu hal yang positif. Biarpun itu akan berbuah kegagalan.

Sayup-sayup puji-pujian mulai ku dengar dan harus ku habiskan waktuku beberapa jam lagi disini, sebelum kulangkahkan kai untuk pergi dan entah kapan bisa kembali lagi kesini.

Masjid AL-FALAH Sampit, 19 Desember 2009